Antv – Viral di media sosial pengakuan seorang pria di Bekasi, Jawa Barat bernama Rico Pujianto yang menjadi korban penganiayaan dan diskriminalisasi pada tahun 2020.
Rico mengklaim dia akan membongkar dugaan penggelapan pajak di kantor PT Pratama Prima Bajatama tempatnya bekerja.
Dalam video itu, Rico bahkan mengaku disekap bosnya dan dianiaya, dan dikriminalisasi Polisi di Polda Metro Jaya pada tahun 2020 lalu.
Bahkan Rico menyebut nama salah satu perwira berpangkat AKP. Hingga Kamis (6/4/2023), video itu terus menyebar di group group whatshapp, dengan berbagai editan dengan narasi yang sama.
Dalam video Rico mengaku mendapatkan perlakuan tersebut lantaran mencoba membongkar dugaan penggelapan pajak perusahaan.
Terlihat Rico terduduk di sebuah ruangan sambil menjelaskan kronologi penyekapan dan penganiayaan yang didalaminya.
Dari hasil penyelidikan kepolisian, Rico diduga menggelapkan dana customer lebih dari Rp430 juta. Uang tersebut dibayarkan untuk memesan barang kepada perusahaan, namun tidak dibayarkan oleh Rico.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan kabar viralnya vidio tersrbut.
"Kita langsung menelusuri kebenaran atau bertabayun dengan pengakuan dan tuduhan yang dilayangkan Rico, dan ternyata itu tidak benar, berpotensi menyabarkan hoax," kata Kabid Humas.
Menurut Kabid Humas, data di Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa kasus laporan tuduhan penganiayaan dan penyekapan yang di laporkan Rico sudah dilakukan penyelidikan, namun karena tidak cukup bukti kemudian di perkara di SP3.
"Ada laporan Rico, dan sudah dilakukan proses pemeriksaan yang sesuai dengan prosedur, profesional. Dan didapat bahwasanya terhadap laporan tersebut tidak ada. Tuduhan masalah penganiayaan dan penyekapan tidak ada. Dan perkara tidak dapat diteruskan sehingga terhadap perkaranya di-SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)," kata Trunoyudo kepada wartawan, Kamis siang (6/4/2023).
Justru, kata Trunoyudo, dalam hal lain, Rico ini justru adalah tersangka, atau telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penggelapan, yang dilaporkan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
"Kasus tersebut bermula dari adanya laporan customer PT PPB yang meminta faktur pajak atas pesanan barang yang telah dibeli melalui Rico," kata Trunoyudo.
Dari keterangan penyidikan, saat itu pihak customer mendapatkan beberapa faktur pajak yang tidak sesuai aturan. Setelah diselidiki, ternyata pesanan itu fiktif.
Dari hasil penyelidikan kepolisian, Rico juga diduga menggelapkan dana customer lebih dari Rp 430 juta. Uang tersebut dibayarkan untuk memesan barang kepada perusahaan, namun tidak dibayarkan oleh Rico.
"Hasil audit yang diketemukan ada beberapa customer dari PT PPB ini sudah melakukan pembayaran melalui si tersangka, dalam hal ini adalah Rico Pujianto. Namun oleh tersangka ini pembayaran tersebut tidak disetorkan kepada perusahaan. Ada bukti buktinya semua di penyidik," jelasnya
Rico Buron Polisi
Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Rico justru diduga melakukan kejahatan penggelapan uang perusahaan senilai lebih dari Rp 430 juta dan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam laporan tersebut.
Selain itu, lanjut Trunoyudo, berkas perkara Rico soal laporan tersebut dinyatakan lengkap. Namun pihak kepolisian belum bisa melimpahkan tahap II karena Rico melarikan diri.
"Namun perkembangannya belum dapat dilakukan pada tahap II, karena tersangka tidak pada tempatnya atau sulit didapatkan untuk tahap penyerahan," ujarnya.
Untuk itu, pihak kepolisian pun memasukkan Rico ke daftar pencarian orang (DPO) kasus penggelapan uang perusahaan.
"Dalam hal ini telah diterbitkan daftar pencarian orang, yang telah diterbitkan ini. Dan kemudian ini juga sudah dilakukan penyebaran terhadap DPO-nya kepada seluruh jajaran," ujarnya.
Menurut Trunoyudo, dengan viralnya pengakuan palsu Rico, yang sebenarnya DPO, inj bisa berpontesi menjerat Rico dengan pidana baru.
"Petugas sudah bergerak melakukan pencarian." Katanya.
Kabid Humas juga mengimbauan kepada masyarakat apabila mengetahui posisi dari tersangka an Ricko Pujianto agar melaporkan kepada pihak kepolisian setempat.
"Dan apa yang di sampaikan tersangka di media sosial adalah dalih dari tersangka untuk menghindari pidana. Dan berpotensi menjadi tindak pidana baru terkait uut ITE dalam penyebaran berita bohong," tandasnya