Kesaksian Korban Longsor Maut Natuna: Ada Suara gemuruh dan Ledakan Sebelum Musibah Tiba

Kesaksian Korban Longsor Maut Natuna: Ada Suara gemuruh dan Ledakan
Kesaksian Korban Longsor Maut Natuna: Ada Suara gemuruh dan Ledakan (Foto : Dok, BPBD Natuna)

Antv – Seorang korban bencana tanah longsor maut di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Kailan (77) memberikan kesaksian dan menyatakan mendengar suara gemuruh disertai ledakan, sebelum musibah longsor yang menewaskan menantunya itu terjadi pada Senin (6/3/2023).

"Saat subuh saya keluar rumah itu sudah banjir setinggi mata kaki orang dewasa. Saya lihat pagi-pagi airnya masih jernih, tidak lama kemudian tiba-tiba air jadi keruh. Salah satu teman saya mengatakan hal itu pertanda akan terjadi longsor," kata Kailan saat ditemui di rumah keluarganya di Jalan Karet, Pontianak, seperti dikutip dari Antara, Rabu (8/2023).

Kailan merupakan salah satu korban tanah longsor di Serasan. Kailan, mertua dari Susi (41), korban yang mengalami patah leher dan meninggal dalam perjalanan menuju Pontianak.

Sejumlah korban tanah longsor dievakuasi ke Pontianak menggunakan Kapal Bukit Raya. 

Selain itu ada korban dengan luka parah patah tulang, beberapa lainnya mengalami luka ringan dan trauma. 

Pontianak menjadi rujukan perawatan korban musibah longsor Serasan, mengingat tersedianya fasilitas rumah sakit yang memadai dan jarak yang cukup dekat dengan lokasi musibah.

Kailan menjelaskan sebelum longsor memang curah hujan cukup tinggi. Kemudian sekitar pukul 11.00 WIB, terdengar suara gemuruh dan ledakan di bukit belakang rumah warga. Hal itu terjadi sebelum material tanah longsor dan limpahan air menimpa rumah.

"Posisi saya sedang duduk di warung, tiba-tiba ada suara gemuruh dan ledakan disertai asap dari bukit, tidak lama kemudian terjadilah bencana tanah longsor," katanya lagi.

Ia menambahkan bencana longsor yang menimpa Pulau Serasan itu baru pertama kali terjadi sepanjang hidupnya, sehingga tidak ada yang menyangka akan terjadi hal tersebut.

Sementara itu, Dian yang merupakan keponakan Susi, menyatakan bibinya meninggal dalam perjalanan menuju Pontianak saat menumpang Kapal Bukit Raya. Korban Susi sedianya akan menjalani perawatan di rumah sakit Pontianak, namun sekitar tiga jam sebelum tiba di Pelabuhan Dwikora Pontianak, dia meninggal dunia.

Dian mengatakan bibinya mengalami patah tulang leher akibat tertimpa reruntuhan rumah dan motor.

"Jadi kemarin, almarhum (Susi) bersama suami, mertua, ipar, dan anaknya didampingi satu orang perawat diangkut dengan kapal menuju Pontianak setelah mendapat rujukan dari Puskesmas Pulau Serasan. Tetapi saat di perjalanan, korban meninggal dunia, karena kondisinya parah," katanya lagi.

Ia menambahkan, anak korban yang bernama Napisa (9) mengalami patah tulang bagian kaki akibat tertimpa reruntuhan rumah. Napisa saat ini dirawat di RSUD Soedarso Pontianak dan sudah mendapatkan tindakan operasi.

Susi merupakan warga asli Natuna. Namun, jenazahnya akan dimakamkan di Pontianak berdasarkan permintaan dari pihak keluarganya.

"Karena sekarang di Serasan juga sedang tidak kondusif, sehingga pihak keluarga minta segera dimakamkan di sini saja. Jadi, lepas Zuhur, almarhumah dikuburkan setelah kedatangan anaknya yang bersekolah di Batam dan Yogyakarta datang ke Pontianak ini," ujarnya.

Sebelumnya, data korban meninggal dunia akibat longsor di Natuna disebutkan berjumlah 15 orang. Kemudian BPBD Kepri memperbarui data tersebut sehingga jumlah korban meninggal adalah 11 orang.

"Data yang meninggal itu bukan 15 tapi 11 orang. Pagi tadi 10 orang ditambah satu korban kritis meninggal saat dirujuk ke Kalimantan Barat via kapal Pelni. Jadi totalnya korban meninggal 11 orang," kata kepala BPBD Kepri, Muhammad Hasbi, Selasa (7/3/2023).

Hasbi mengatakan data terkait 15 orang korban meninggal yang beredar itu belum terkonfirmasi secara valid. 

Setelah dilakukan verifikasi dan konfirmasi, akhirnya didapatkan sebanyak 11 korban meninggal akibat longsor Natuna.

"Jadi mis informasi jumlah korban itu juga salah satu penyebabnya adalah putusnya jaringan komunikasi di lokasi bencana. Sehingga pembaruan informasi menjadi terlambat," ujarnya.