Antv – ...memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe, dan pondok-pondok, begitoe joega dengan hal ihwalnja anak-anak jatim dan orang-orang jang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan oentoek memajoekan oeroesan pertanian, perniagaan jang tiada terlarang oleh sjara’ agama Islam.”
— Statuen Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama 1926
Sejak mula berdirinya, sebagaimana tercantum dalam Statuen 1926, Nahdlatul Ulama memiliki mimpi dan proyeksi untuk membangun dan mengembangkan unit-unit usaha.
Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari pernah mendirikan usaha dagang. KH Abdul Wahab Chasbullah juga dikenal sebagai pengusaha. Sebelum NU ditahbiskan pada 1926 juga telah ada Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Niagawan pada 1918.
Namun dalam perkembangannya, ikhtiar urusan perniagaan dan perekonomian tersebut tidak berkembang sepesat ikhtiar dakwah dan pendidikan—yang melahirkan ribuan masjid dan pesantren.
Memasuki abad keduanya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bertekad menghidupkan lagi sejumlah spirit awal NU yang tampak redup di 100 tahun pertamanya, di antaranya spirit memajukan perekonomian.
Ada sejumlah langkah yang dicanangkan PBNU untuk membangkitkan ghirah Nahdlatut Tujjar di kalangan nahdliyin serta beberapa program yang ditujukan untuk penguatan kemandirian organisasi.