Antv – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertema "18 Parpol Peserta Pemilu 2024: Peluang dan Tantangan Bagi Sistem Pemerintahan Indonesia", Sabtu (7/1/2023).
Webinar ini menghadirkan berbagai narasumber, yaitu Perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andika Pranata Jaya, Perwakilan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Asep Mufti, Dewan Pakar Pengurus Pusat (PP) MIPI/Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta Nurliah Nurdin, dan Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo.
Ketua Umum MIPI Bahtiar mengatakan, kepemiluan menjadi tema yang menarik karena menjadi salah satu instrumen pelaksanaan demokrasi yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pelaksanaan pemilu serentak 2024 nanti menunjukkan tanda-tanda baik karena diikuti oleh 18 partai politik.
“Itu tanda-tanda baik bagi demokrasi kita bahwa peserta Pemilu banyak sehingga masyarakat dihadapkan pada pilihan. Tapi tentu juga, masyarakat juga, kita semua berkepentingan mengetahui siapa-siapa sih 18 partai ini? Dan kemungkinan tantangannya dalam proses pemerintahan?” ujarnya.
Dia menambahkan, partai yang banyak memiliki kelemahan dan kelebihan.
Kelemahannya bisa jadi dalam pengambilan keputusan akan berjalan secara bertele-tele, sementara jika partainya sedikit menimbulkan kemungkinan terjadinya otoriterisme, hegemoni, hingga monopoli kebenaran oleh kelompok tertentu.
“Tantangan yang menarik untuk kita dialogkan dan diskusikan, supaya masyarakat juga dan kita semua juga memahami siapa sih 18 partai politik ini yang menjadi peserta Pemilu? Dan apa yang ditawarkan mungkin ke depan bagi perbaikan atau pembangunan pemerintahan di Indonesia,” ucapnya.
Perwakilan dari KPU Andika Pranata Jaya memaparkan, tahapan pemilu sudah dimulai sejak tanggal 14 Juni 2022. Pemilu menjadi perwujudan integrasi bangsa untuk memperkuat kebhinekaan.
Ada tiga hal penting yang harus tersedia dalam pemilu, yaitu peserta, pemilih, dan adanya proses untuk mengekspresikan pilihan.
KPU bertugas memastikan suara rakyat nanti di pemilu 2024 akan dihitung dan ditabulasi dengan benar, sehingga hasil akhir dari pemungutan suara murni dari pilihan masyarakat.
“Pada konteks pertama mengenai peserta pemilu, sekarang KPU sudah menetapkan. Kemarin 17 ditambah satu Partai Ummat jadi 18 partai politik dan 6 partai politik lokal. Kemudian adanya pemilih sedang kami persiapkan,” ujarnya.
Andika menjelaskan, dalam pelaksanaan pemilu, KPU ingin membangun kesadaran politik kolektif bersama bahwa pemilu adalah ajang membangun persatuan dan kemajuan bangsa.
Pemilu harus menjadi titik demokrasi, bukan hanya memperebutkan kursi, tetapi ada hikmah bekerja sama, siapa pun yang menjadi pemenangnya.
Sementara itu, perwakilan Bawaslu Asep Mufti memaparkan, sejak tahun 1999 jumlah partai yang mengikuti pemilu semakin mengerucut dari 48 partai mengecil hingga 18 partai pada tahun 2024.
Namun dia memberi kritik pemilu yang terjadi lebih kepada candidate oriented atau menonjolkan ketokohan.
Tidak ada program-program yang membedakan partai politik sehingga secara umum akan dilihat partai politik satu dan yang lainnya sama.
“Tak ada yang membedakan, yang membedakan adalah tokoh-tokoh yang diusung oleh partai politik,” jelasnya.
Selanjutnya Dewan Pakar MIPI Nurliah Nurdin memaparkan, pelaksanaan pemilu 2024 bisa berkaca dari pelaksanaan pemilu 2019.
Pemilu sebelumnya bisa menjadi pembelajaran untuk mempersiapkan dinamika pemilu ke depan yang lebih besar karena pertama kali dilaksanakan secara serentak.
Selain itu dengan adanya multipartai juga harus dilihat bagaimana kesiapannya.
“Bagaimana melahirkan pemimpin berintegritas, potensi permasalahannya. Yuk kita sama-sama menjadi pengawas pemilu,” ujarnya.
Di sisi lain, pembicara terakhir Ari Nurcahyo menambahkan, sistem presidensial masih membutuhkan partai koalisi dan parlemen yang kuat.
Presiden yang dipilih langsung saja tidak cukup, tetapi juga perlu membangun koalisi partai di pemerintahan.
“Bagaimana kita membaca proses hari ini untuk penguatan pemerintahan ke depan,” tandasnya.