Antv – Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu tengah diuji materi oleh Mahkamah Konstitusi [MK].
Pasal yang mengatur pemilu dengan menggunakan sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif ini, digugat oleh beberapa politisi agar diubah menjadi sistem proporsional tertutup atau pemungutan suara hanya memilih tanda gambar parpol saja tanpa menyertakan nama-nama calon anggota legislatifnya.
Uji materi ini kemudian menuai polemik. Bagaimana pendapat masyarakat Indonesia terkait isu ini?
Skala Survei Indonesia [SSI] sempat menguji wacana perubahan ini melalui survei nasional guna meminta pendapat masyarakat Indonesia, apakah publik setuju pemilu 2024 akan diubah menggunakan sistem proporsional tertutup ataukah setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Untuk menguji pendapat publik ini, dalam survei disodorkan dua pernyataan kepada responden dan responden diminta untuk memilih salah satu diantara dua pernyataan yang diberikan.
Pernyataan pertama, “Saya setuju pemilu legislatif 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup”. Pernyataan kedua, “Saya setuju pemilu legislatif 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka”.
Sebelum dua pernyataan ini disodorkan kepada responden, terlebih dahulu responden diberikan pemahaman apa itu sistem proporsional tertutup dan apa itu sistem proporsional terbuka.
Dan hasilnya, yang memilih pernyataan pertama, yakni setuju agar pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup sebesar 4,8%. Sementara yang memilih pernyataan kedua, yakni agar pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sebesar 63,0%. Sisanya, yakni sebesar 32,2% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia. Lebih jelas bisa dilihat pada tabel berikut:
Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63,0% masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sementara itu, alasan responden yang memilih pernyataan Pemilu legislatif 2024 agar diubah menggunakan sistem proporsional tertutup, yang sebanyak 4,8%, karena memandang pemilu langsung berbiaya mahal 27,6%, terlalu banyak pilihan 20,7%, pemilu menjadi lebih lama 10,3%, dan berpotensi money politik 6,9%.
Sedangkan alasan responden yang memilih pernyataan agar Pemilu legislatif 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, yang sebanyak 63,0%, karena memandang dapat mengetahui/melihat calon-calonnya 19,0%, dapat memilih langsung calonnya 17,1%, hak rakyat dalam menentukan pilihannya 13,8%, lebih transparan/terbuka 12,0%, dan masyarakat harus mengetahui calon serta partai yang mereka pilih 6,3%.
Lebih jauh, saya mencoba mendeteksi apakah konstituen parpol ini sejatinya setuju atau tidak sistem proporsional terbuka ini diubah menjadi sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024?
Ternyata, semua konstituen parpol-parpol di Indonesia juga mayoritas masih menghendaki agar pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sebagaimana kita lihat pada tabel diatas, semua pemilih parpol, mulai dari pemilih PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, Nasdem, Garuda, PKS, Perindo, PPP, PSI, PAN, Hanura hingga Demokrat, mayoritas masih berharap pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dari 100% pemilih PKB, 52,2% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 4,3% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 43,5% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Gerindra, 70,6% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 2,6% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 26,8% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih PDI Perjuangan, 64,1% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 6,8% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 29,1% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Golkar, 65,4% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 9.3% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 25,2% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Nasdem, 60,7% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 4,9% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 34,4% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Garuda, 100% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dari 100% pemilih PKS, 72,5% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 5,8% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 21,7% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Perindo, 78,6% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 3,6% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 21,4% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih PPP, 39,3% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 3,6% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 57,1% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih PSI, 100% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dari 100% pemilih PAN, 70,0% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 10,0% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 20,0% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Dari 100% pemilih Hanura, 100% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dari 100% pemilih Demokrat, 67,1% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 7,9% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 25,0% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Melihat data di atas, bisa disimpulkan bahwa sejatinya keinginan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup ini bukanlah keinginan publik. Perubahan ini lebih banyak diinginkan oleh segelintir elit parpol tertentu.
Lebih jauh, kalau kita lihat alasan konstituen yang setuju pemilu 2024 diubah menjadi sistem proporsional tertutup lebih banyak karena alasan teknis, seperti berbiaya mahal, terlalu banyak pilihan, dan pemilu jadi lama, bukan alasan substantif demokrasi.
Sementara alasan konstituen yang setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, lebih didasari oleh alasan-alasan yang menjadi substansi dan hakikat demokrasi, seperti dapat mengetahui calon-calon wakilnya, dapat memilih langsung caleg yang diinginkan, terpenuhinya hak memilih dalam menentukan wakilnya di DPR dan pemilu menjadi lebih terbuka dan transparan.
Untuk itu, ada baiknya MK dalam memutuskan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu ini juga memperhatikan aspirasi publik. Keputusan yang sudah pernah dibuat pada tahun 2018 tentang gugatan yang sama, sebaiknya lebih dipertegas kembali untuk terus memapankan arah demokrasi di Indonesia.
Metodologi survei:
Survei ini sendiri dilakukan pada rentang waktu 6 – 12 November 2022 di 34 Provinsi di Indonesia dengan menggunakan teknik penarikan sampel multistage random sampling. Jumlah responden sebesar 1.200 responden dengan Confidence Interval/margin of error sebesar ± 2,83%.
Confidence Level/tingkat kepercayaan sebesar 95,0%. Usia responden yang dijadikan sampel adalah 16 tahun ke atas atau sudah menikah dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka langsung dengan responden menggunakan kuesioner.