Kondisi serupa juga berpotensi terjadi di perairan selatan Baubau, Teluk Bone, Selat Makassar bagian selatan, perairan selatan Kep. Wakatobi, perairan Kep. Sangihe-Kep. Talaud, Laut Sulawesi bagian timur, perairan Bitung-Kep. Sitaro, Laut Maluku, perairan utara Kep. Sula, perairan Kep. Halmahera, Laut Halmahera, perairan utara Raja Ampat-Jayapura, Samudra Pasifik Utara Halmahera-Jayapura, Laut Banda bagian utara, perairan Kep. Kai-Kep. Aru.
Untuk gelombang di kisaran lebih tinggi 2,5-4 meter berpeluang terjadi di perairan P. Enggano, perairan barat Kep. Mentawai-Lampung, Samudra Hindia Barat Kep. Mentawai-Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan selatan P. Jawa-Bali, Samudra Hindia Selatan Banten-Jawa Tengah, Selat Bali, Lombok, Alas bagian selatan, Selat Sape bagian selatan, Laut Sawu bagian utara, perairan utara Kupang-P. Rotte, perairan Kep. Anambas-Natuna, Laut Jawa bagian tengah-timur, perairan utara Jawa Tengah-Jawa Timur-Kep. Kangean, Laut Bali-Laut Sumbawa, perairan Kep. Selayar, Laut Flores, Laut Banda bagian selatan, perairan Kep. Sermata-Kep. Tanimbar, Laut Arafuru.
Sedangkan pada gelombang yang sangat tinggi 4-6 meter berpeluang terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa Timur-NTT, Laut Timor, perairan P. Sabu, Selat Sumba bagian barat, perairan selatan Kupang-P. Rotte, Laut Sawu bagian selatan, perairan selatan Lombok-Sumbawa, perairan barat P. Sumba, Laut Natuna Utara.
Di tengah kondisi itu, Eko Prasetyo meminta untuk memerhatikan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran seperti perahu nelayan (kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter), kapal tongkang (kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 m).
Selain itu, kapal ferry (kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 m), kapal ukuran besar seperti kapal kargo/kapal pesiar (kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4 m).