Hasil diskusi divisualkan dengan gambar peta risiko. Diskusi pun berlangsung secara inklusif sehingga warga dapat mengidentifikasi kelompok prioritas di wilayah ini, sehingga dapat memetakan dengan lebih detail pada peta tersebut.
Ketiga, peringatan dini berbasis komunitas. Pada indikator ini, diseminasi informasi kebencanaan inklusif pemerintah ke masyarakat menjadi salah satu kunci pengurangan risiko. Desa Sidomulyo menggabungkan pemanfaatan teknologi modern dan tradisional untuk peringatan dini.
Sirine peringatan dini tsunami terhubung dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pacitan. Selain itu, warga setempat memanfaatkan kentongan untuk peringatan dini. Bunyi dengan ketukan tertentu dilatihkan oleh warga sehingga mereka dapat mengenali informasi maupun respons yang diharapkan.
Keempat, penyusunan rencana evakuasi mandiri. Warga akan mendesain rencana evakuasi sesuai dengan lingkungan sekitar. Warga Sidomulyo pun secara swadaya membuat tanda evakuasi secara mandiri.
Akses jalan setapak dipersiapkan secara gotong royong sehingga warga dapat memahami jalur evakuasi tersebut. Di sisi lain, mereka mengetahui rencana evakuasi yang disusun dengan memperhatikan kelompok prioritas.
Kelima, pembentukan forum pengurangan risiko bencana (PRB) desa. Kepala Desa telah menetapkan keputusan dengan memikirkan langkah-langkah PRB di wilayahnya. Warga yang berpartisipasi dalam forum ini dikuatkan melalui keputusan Desa Sidomulyo.
Keenam, pembentukan dan pengembangan relawan penanggulangan bencana. Tugas warga yang tergabung dalam kerelawanan ini mencakup pada fase pra, saat dan pascabencana. Dengan adanya tim relawan, warga dapat memposisikan diri sesuai dengan kompetensi dan koordinasi dengan berbagai pihak.