Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta Muhajir Habibie dan Albasri selaku PNS pada MA untuk membantu, memonitor, serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang.
Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada Eddy Wibowo melalui Muhajir Habibie dan Albasri.Uang diberikan agar hakim menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Penyidik sebelumnya sudah menjerat 13 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Sudrajad Dimyati, Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).
Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).
Atas perbuatannya, Eddy Wibowo disangka melanggar Pasal Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.