“Alat – alat yang dibeli untuk biaya pemancar sudah mencapai 500 juta. Setelah lima tahun dapat izin, pihaknya mengaku belum balik modal. Dalam aturan PP Nomor 46/2021 harus diwajibkan untuk menumpang ke TV lain,” ungkapnya.
Ia menjelaskan untuk biaya sewa slot multipleksing TVRI di Lombok pihaknya harus mengeluarkan biaya 15 juta per bulan.
“Slot tersebut bisa saja sudah penuh dan pihaknya tidak mendapatkan jaminan harganya stabil. Selain itu harganya juga bisa naik,” ungkapnya.
Mengacu pada putusan Mahkamah Agung tersebut pelaksanaan ASO akan merugikan televisi lokal.
“ASO (analog switch off) merupakan tindakan yang dipaksakan. Pasalnya pemerintah dinilai tidak siap,” tegasnya.
Lombok TV berharap pengaturan multipleksing dapat diatur melalui undang – undang.
“Kami juga berharap dengan telah dikabulkannya permohonan uji materiil yang kami ajukan ini oleh MA RI melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022, kedepannya penyelenggaraan multipleksing apabila sudah diatur melalui undang-undang dapat memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat bersiaran karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” ucap kuasa hukum Gede Aditya Pratama.