Antv – Peluncuran buku ini berlangsung secara hybrid dari Gedung Aula Zamhir Islamie, Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta, Sabtu (10/9/2022).
Buku Putih berisi landasan-landasan konstitusional penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yang terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian itu terdiri dari uraian tentang Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, Politik dan Birokrasi Pemerintahan, Hukum dan Etika Pemerintahan, hingga Kesejahteraan dan Hubungan Luar Negeri. Bagian-bagian tersebut diuraikan secara lugas dengan menjadikan konstitusi UUD 1945 sebagai bingkainya.
Peluncuran buku turut dihadiri oleh berbagai akademisi ilmu pemerintahan dari beragam instansi dan komunitas.
Selain itu, penyelenggara juga menghadirkan tiga narasumber, yaitu Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN Muchlis Hamdi, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro, dan Guru Besar Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo. Ketiganya turut menjadi penulis yang menyumbangkan pemikirannya terkait pemerintahan dalam Buku Putih.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN Muchlis Hamdi mengatakan, sesungguhnya pemerintahan merupakan sebuah institusi yang menjadi berkah bagi kehidupan bersama. Pemerintahan adalah instrumen bagi warga negara untuk hidup lebih sejahtera.
Di samping itu, pemerintahan berjalan bersama dengan zamannya, sehingga berubah dan berkembang. Hal ini ia tekankan dalam tulisannya di dalam Buku Putih yang membahas terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan.
“Pemerintahan itu niatnya hanya satu, bagaimanakah menghadirkan sistem keteraturan untuk memastikan bahwa kita bisa bersama-sama menciptakan hidup yang lebih nyaman dari waktu ke waktu,” katanya.
Narasumber selanjutnya, Peneliti Ahli Utama BRIN Siti Zuhro dalam Buku Putih ini menulis tentang Birokrasi dan Politik Indonesia.
Menurut Zuhro, negara maju membutuhkan birokrasi bermutu. Birokrasi dan politik saling berkaitan, saling melengkapi, memengaruhi, dan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerintahan.
Dalam diskusinya dia menjelaskan terkait keterkaitan antara birokrasi dan politik. Birokrasi dipandang sebagai alat pemersatu negara-bangsa, untuk itu birokrasi harus membumi karena menjadi roda pembangunan.
Birokrasi seharusnya tidak ditentukan oleh tarikan-tarikan kepentingan politik. Dia menekankan, ketika politik tidak bisa diharapkan, maka birokrasi ini yang bisa diharapkan.
Baginya, tantangan yang dihadapi saat ini adalah terkait etika pemerintahan yang belum hadir dan sayangnya tidak ada undang-undang yang mengaturnya.
Dia berharap, ke depan ada Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait etika pemerintahan. Sebab, tanpa pendekatan hukum dan kualitas hukum yang bagus yang mampu menopang, maka reformasi birokrasi dan politik akan menjadi ‘poco-poco’.
“(Perlu UU) Etika pemerintahan kita, kalau tidak, Indonesia akan diganyang habis oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang tidak bermanfaat tentunya untuk negara bangsa kita,” tegasnya.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Administrasi UI Eko Prasojo menjabarkan terkait paparannya yang berjudul “Tantangan dan Prospek Birokrasi Indonesia Masa Depan”.
Dia menjelaskan, birokrasi di Indonesia saat ini masih berada dalam kondisi Governance 1.0 atau birokrasi di tingkat paling bawah yang belum mampu menghadirkan pelayanan publik yang baik bagi masyarakat.
Untuk itu menurut Eko, dibutuhkan reformasi birokrasi yang melompat, karena reformasi yang biasa-biasa saja atau yang linier sulit mengejar ketertinggalan.
Lompatan ini sangat mungkin karena didukung kemajuan teknologi dan informasi yang mempercepat perubahan sistem.
“Yang kita lakukan ini linier sekarang, jadi tidak dynamic, tidak melompat, kita ketinggalan. Kenapa? Karena setiap kali kita berubah, lingkungan masyarakat berubah lebih tajam lagi, lebih tinggi lagi. Dengan teknologi kita bisa melakukan berbagai perubahan,” tegasnya.