Bendara Pangeran Haryo Notokusumo kelak menjadi Pakualam I.
Ia adalah putera ketiga pasangan Hamengkubuwono I dengan Raden Ayu Srenggara, seorang selir yang berasal dari desa Karangnangka, Kedung Banteng, Banyumas, Jawa Tengah.
Di dalam urutan seluruh putra-putri Hamengkubuwono I, Notokusumo adalah urutan ke 11 dan salah satu putra terkasih Sultan Hamengkubuwono I.
Sri Sultan Hamengkubuwono II akhirnya menyerah dan diasingkan ke Penang, Malaysia. Thomas Stamford Raffles lalu mengangkat putra Hamengkubuwono II, Raden Mas Suryo, sebagai raja baru dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono III.Sri Sultan Hamengkubuwono III adalah ayah Pangeran Diponegoro.Selama bertakhta (1810-1814), Sultan Hamengkubuwono III disebut-sebut sebagai raja boneka. Kebijakan yang dikeluarkannya mendera rakyat Jogja (tingginya pungutan pajak) juga keleluasaan orang Eropa di dalam kota Jogja. Di antara semua kebijakan, ada satu yang menjadi pemicu kemarahan rakyat Jogja, yakni pengangkatan Kapiten Tionghoa Tan Jin Sing sebagai Bupati Yogyakarta. Gelarnya, Raden Tumenggung Secodiningrat. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855, Kepustakaan Populer Gramedia, 2016 hal.465).
Tan Jin Sing menciptakan Trah Secodiningrat yang menjadi salah satu dari tiga trah keturunan Tionghoa dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Dua trah keturunan lain adalah Trah Honggodrono dan Trah Kartodirjo.
Tan Jin Sing juga diberi wilayah senilai 800 cacah (dihuni 1.000 orang) di bekas perkebunan merica dan nila milik VOC di Lowanu, sebelah timur Bagelen, Purworejo. [caption id="attachment_360784" align="alignnone" width="900"] Potret John Crawfurd, Residen Inggris di Yogyakarta. Foto: Capture buku karya Peter Carey, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855[/caption] Surat pengangkatan ini ditandatangani John Crawfurd, Residen Inggris di Yogyakarta pada 6 Desember 1813 dan secara khusus dinyatakan bahwa ini adalah imbalan jasanya pada pemerintah Inggris dan Sultan Hamengkubuwono III pada 1812. Jasa Konspirasi Penggulingan Hamengkubuwono II Pada 13 Juni 1812 sedikitnya 1000 orang pasukan Inggris (setengahnya Sepoy - pasukan India) memasuki Benteng Vredeburg secara diam-diam pada malam hari. Pada 14 Juni 1812 pukul 05.00 keluarga Pangeran Notokusumo mengungsi ke benteng, sementara pengikutnya memakai kain putih di lengan kiri sebagai tanda pengenal bagi Inggris. Pada 14 Juni 1812 siang, Raffles mengultimatum Sultan Hamengkubuwono II untuk menyerahkan tahta kepada putera mahkota, Raden Suryo (kelak Hamengkubuwono III) namun ditolak. Pada 19 Juni 1812, pasukan Inggris mulai membombardir keraton sebagai peringatan. Meriam Kyai Nagarunting gagal menjawab bombardir dan justru meledak ketika ditembakkan. Akibatnya beberapa anggota Brigade Setabel, pasukan artileri keraton mengalami luka bakar. Ditambah lagi, sebuah gudang amunisi yang dijaga anggota Brigade Bugis juga meledak terkena peluru meriam Inggris. Pertempuran utama terjadi pada tanggal 20 Juni 1812. Pada saat fajar pasukan Inggris menggunakan tangga-tangga bambu yang disiapkan Kapitan Tionghoa Tan Jin Sing untuk masuk ke dalam keraton. Sultan Hamengkubuwana II akhirnya menyerah. Baca juga: Geger Sepehi, Inggris Perintahkan Pasukan India Jarah Keraton JogjaSiapa Kapitan Tan Jin Sing? T.S. Werdaya dalam Tan Jin Sing: Dari Kapitan Tionghoa Sampai Bupati Yogyakarta, menyebut bahwa ayah Tan Jin Sing adalah Demang Kalibeber, Wonosobo dan ibunya R.A. Patrawijaya, keturunan Sunan Mataram Mangkurat Agung. T.S. Werdaya adalah keturunan Tan Jin Sing yang membentuk trah Secodiningrat. Tan Jin Sing lahir di Wonosobo pada 1760. Enam bulan sebelum kelahirannya, ayah kandung Tan Jin Sing meninggal dunia. Tan Jin Sing kemudian diasuh Oei Tek Liong, kapiten dari Wonosobo kala itu yang juga seorang kaya, juragan gadai, teman dekat Demang Kalibeber. Jin Sing dididik secara adat Tionghoa. Pada 1770, saat Jin Sing berusia 10 tahun, Tek Liong menikah dengan Liam Lian Nio. Keluarga itu kemudian menetap di Magelang. Jin Sing diajarkan bahasa Belanda dan Inggris, serta budaya Eropa. Tan Jin Sing atas prestasinya mendapatkan jabatan Kapiten Kedu pada 1793. [caption id="attachment_360680" align="alignnone" width="900"] Potret keluarga Tan Jin Sing. Foto: Jatun Wahyu Nugroho/picuki.com[/caption] Dari Kedu, kemudian Tan Jin Sing tinggal di Yogyakarta dan menikahi U Li, putri seorang Kapiten Tionghoa Yap Sa Ting Ho. Pernikahannya dengan puteri Kapitan Yap Sa Ting Ho inilah yang membawa derajat Tan Jin Sing menjadi naik. Pada 1803, dia menggantikan posisi mertuanya sebagai Kapiten Tionghoa di Yogyakarta hingga 1813. Sebagai Kapiten Tionghoa, Jin Sing punya koneksi dengan para bangsawan, pihak kolonial maupun rakyat etnis Tionghoa. Jin Sing menjadi penghubung para elit keraton yang ingin bernegosiasi dengan pihak kolonial. Salah satu elit keraton yang dekat dengan Jin Sing adalah putra mahkota Kesultanan Yogyakarta, Raden Mas Suryo.Raden Mas Suryo ini yang kelak menggulingkan ayahnya, Hamengkubuwono II dibantu Jin Sing, pasukan Inggris, pasukan Sepehi (Sepoy) serta Legiun Mangkunegaran.Legiun Mangkunegaran adalah korps angkatan bersenjata Kadipaten Mangkunegaran yang dibentuk dan dibangun pada zaman Sri Mangkunegara II bertahta.
Korps militer ini menampung bekas Pasukan Pasukan perang Pangeran Sambernyawa.
Anugerah Jabatan Menuai Umpatan Kembali ke pasca penunjukan Jin Sing sebagai Bupati Miji Yogyakarta (pejabat yang langsung di bawah perintah sultan) bergelar Raden Tumenggung Secodiningrat. Jin Sing mendapatkan pula tanah-tanah di pusat kota Jogja termasuk sebidang lahan di sebelah utara keraton yang olehnya disewakan kepada orang-orang Tionghoa lain untuk perumahan.Dalam Babad Jatuhnya Yogyakarta, Jin Sing berada dalam perlindungan Kiai Tumenggung Reksonegoro, Kepala Gerbang Cukai dan Pasar. Semua ini memunculkan keresahan di kalangan elit keraton dan masyarakat Jogja yang anti-Tionghoa pasca penyerbuan keraton oleh Inggris pada Juni 1812 yang dibantu orang-orangnya Jin Sing. Kelompok elit keraton yang paling vokal dalam menentang jabatan Jin Sing adalah Pangeran Notokusumo (Paku Alam I), saudara kandung Hamengkubuwono II. Bahkan pada Oktober 1812, Notokusumo berencana menghilangkan tanah pemukiman orang-orang Tionghoa dan membunuh Tan Jin Sing. Ancaman itu tentu membuat Jin Sing hidup dalam ketakutan. John Crawfurd, Residen Inggris di Yogyakarta sempat memperkenalkan Jin Sing pada Nahuys. Oleh Nahuys dibawanya Jin Sing ke Kalimantan Barat untuk menyelesaikan masalah-masalah penambang Tionghoa dalam kurun 21 November 1818 - 5 Mei 1819. Tan Jin Sing juga dibenci oleh kalangan etnis Tionghoa karena dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa pembantaian etnis Tionghoa dalam Perang Diponegoro. Akhir Hayat Tan Jin Sing Semasa hidupnya KRT Secodiningrat atau Kapitan Tan Jin Sing mempunyai tiga isteri. Isteri pertama berdarah Tionghoa Peranakan dengan sebutan Nyonya Kapitan. Isteri kedua, perempuan Jawa bergelar Raden Ajeng Secodiningrat Sedang isteri ketiganya juga seorang perempuan Jawa yang dipanggil dengan sebutan Raden Nganten Secodiningrat.KRT Secodiningrat atau Kapitan Tan Jin Sing meninggal dunia pada 10 Mei 1831, dan dimakamkan secara Islam.
Kemudian kedudukannya sebagai Bupati dan sekaligus Kapitan Cina digantikan oleh puteranya, Raden Dadang, putra sulung dari Nyonya Kapitan Putri Yap Sa Ting Ho. Raden Danang kemudian bergelar Raden Temenggung Secodiningrat II.
[caption id="attachment_360777" align="alignnone" width="700"] Makam Tan Jin Sing di komplek pemakaman Sempu, Bantul.[/caption]Makam Kapitan Tan Jin Sing dan isteri-isterinya terdapat di kompleks makam Ragacala, kawasan Gunung Sempu, Kasongan, Bantul.