Dampak Corona di Ethiopia, banyak anak perempuan tak sekolah dan dipaksa nikah dini, sehingga harapannya untuk meraih derajat yang lebih tinggi melalui pendidikan menjadi pupus.
Selama ini, di negara yang dulu dikenal karena kasus kelaparannya itu, tumbuh budaya atau anggapan bahwa anak perempuan lebih baik tinggal di rumah dan segera menikah.
Sejatinya, seiring berjalannya waktu, Ethiopia terus berbenah dalam hal anggapan yang keliru itu dan menocba menempatkan pendidikan menjadi hal yang utama, sehingga banyak anak-anak perempuan Ethiopia yang mencoba meraih haknya itu.
Namun harapan tinggal harapan karena serbuan pandemi virus corona saat ini, membuat anak-anak perempuan Ethiopia harus tinggal di rumah karena sekolah tutup.
Kondisi yang terus memaksa mereka berada di rumah membuat mereka akhirnya dipaksa menikah dini di bawah usia 18 tahun secara ilegal dan aktivis HAM menganggap hal ini sebagai bentuk praktik perbudakan modern di kalangan perempuan.
Lebih dari 500 anak perempuan telah diselamatkan dari pernikahan dini di Amhara, Ethiopia Utara, sejak sekolah ditutup karena virus corona.
Otoritas setempat telah mencoba menghentikan hal tersebut, meski angka pernikahan dini kini bertambah setelah adanya pandemi ini.
"Praktik ini telah menurun secara signifikan, (tetapi) telah muncul kembali baru-baru ini di beberapa zona," kata kepala biro urusan wanita, anak-anak, dan pemuda di Amhara, Asnaku Deres, dilansir dari Reuters, Jumat (15/5/2020).
"Pada hari-hari sebelumnya, kita dapat dengan mudah mendapatkan informasi melalui sekolah dan dapat melacak jika masalah itu terjadi dan kemudian dapat menghentikannya. Sekarang itu tidak mungkin karena penutupan sekolah," imbuhnya, seperti dikutip dari kumparan.com.
Rata-rata, anak perempuan di wilayah Amhara pertama kali menikah pada usia 15 --usia terendah menikah di negara itu.
Kondisi ini banyak terjadi di kalangan masyarakat miskin, pedesaan yang masih menganggap peran utama wanita adalah sebagai istri dan ibu.
Berdasarkan data UNICEF, Ethiopia adalah negara dengan angka pernikahan dini tertinggi di dunia.
Bahkan UNICEF mencatat sudah terjadi 15 juta pengantin anak di negara Afrika bagian timur itu.
Pemerintah Ethiopia seindiri sejatinya telah berkomitmen dan terus berupaya untuk mengakhiri praktik ilegal itu sampai 2025.
"Kami prihatin bahwa beberapa hasil yang telah dibuat untuk (melindungi) anak-anak (dari pernikahan dini) selama dua dekade terakhir yang dilakukan Ethiopia akan terbalik atau tidak berkelanjutan lagi sebagai akibat dari krisis besar (virus corona) ini," kata Adele Khodr, perwakilan UNICEF di Ethiopia.
Corona Ethiopia.
Program-program berbasis masyarakat dengan melibatkan peran pemimpin agama, kesadaran publik, dan sanksi hukum menjadi kunci untuk menangani pernikahan anak.
Sementara itu, kelompok gerakan kampanye
Girls Not Brides mengatakan, pernikahan dini membuat anak perempuan kehilangan pendidikan dan kesempatan meraih hak-haknya.
Pernikahan di kalangan anak-anak juga membahayakan kesehatan mereka dan meningkatkan risiko eksploitasi, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan kematian saat melahirkan.
Global Slavery Index yang berbasis di Australia memperkirakan 40 juta orang di dunia adalah budak modern, 15,4 juta di antaranya hidup dalam pernikahan yang dipaksa.
Dampak Corona di Ethiopia, Banyak Anak Perempuan Tak Sekolah dan Dipaksa Nikah Dini
Jumat, 15 Mei 2020 - 02:48 WIB