antvklik - Dalam final Piala Uber 1975 seperti yang dituliskan situs Badminton.com, yang disaksikan sekitar 10.000 penonton, Jepang sempat unggul 2-1 dalam tiga partai tunggal yang dimainkan. Pemain pertama Hiroe Yuki, juara All England 1975, mengalahkan Theresia Widiastuty dengan 11-7, 11-7 untuk membuat Jepang unggul 1-0.
Andalan tuan rumah, juara nasional Taty Sumirah menjadikan skor imbang 1-1 lewat kemenangan meyakinkan 11-5, 11-2 atas pemain kedua Jepang Atsuko Tokuda. Di parta ketiga harapan diletakkan di pundak Utami Dewi.
Sayangnya adik Rudy Hartono ini tidak berdaya dan menyerah dengan mudah, 5-11, 3-11 pada mantan juara All England Noriko Nakayama. Meskipun lebih muda dan bertenaga, dia kalah pengalaman sehingga dipermainkan Noriko yang mengandalkan permainan reli.
Ketinggalan 1-2 Indonesia kemudian menunjukkan keperkasaan karena ternyata mampu merebut empat partai ganda (dengan materi silang) yang dimainkan sehingga secara keseluruhan menang 5-2. Minarni/Regina Masli menyumbangkan angka pertama lewat kemenangan atas juara tiga kali All England, Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa, 15-6, 6-15, 15-9.
Theresia Widiastuty/Imelda Wiguna membuat Indonesia memimpin 3-2 dengan kemenangan atas Hiroe Yuki/Mika Ikeda 15-4, 15-9. Indonesia akhirnya mengakhiri perlawanan Jepang lewat kemenangan Minarni/Regina atas Yuki/Ikeda 15-8, 15-11 seperti disebutkan di atas.
Dalam partai yang tidak menentukan lagi, Theresia/Imelda melakukan revans atas kekalahan mereka di All England 1975 dengan mengalahkan Takenaka/Aizawa 17-14, 15-0. Tati Sumirah, srikandi penyumbang satu-satunya angka tunggal di final 1975 itu, usai gantung raket 1981, hidupnya berubah drastis.
Gemerlap lampu sorot pelan-pelan meredup baginya. Tidak ada lagi yang mengelu-elukan kehadirannya. Selama 24 tahun setelah itu dia bekerja sebagai kasir di sebuah apotik di Jakarta. Achmad Jayakardi dalam tulisannya menggambarkan, sang mantan 'ratu bulutangkis' itu berangkat dan pulang bekerja menggunakan angkutan umum.
Sejak 2006 Tati ditarik oleh Rudy Hartono untuk bekerja di perusahaannya sebagai karyawan bagian Umum. Hidup melajang dan masih tinggal bersama orang tuanya. Walau hidup serba kekurangan di usia tua, Tati tidak menyesal menjadi atlet.
"Semoga mantan atlet nasional tidak dilupakan pemerintah begitu saja. Saya senang sekali kalau diberi rumah tempat saya bisa tinggal" ujarnya sumbang. Tim Mobile Social Rescue (MSR)-ACT beberapa hari lalu memberikan tanda penghargaan kepada Tati Sumirah, atlet veteran atlet Indonesia, di Jalan Waru Doyong, Jatinegara, Jakarta Timur.
Penghargaan berupa bantuan dana ini merupakan program lanjutan tahap kedua kerjasama Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Kitabisa.com dan Grab Indonesia yang sebelumnya telah diberikan pada bulan April lalu. Program “Penghargaan Atlet Veteran tahun 2019” bertujuan untuk menghargai perjuangan para atlet veteran yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia. [caption id="attachment_207526" align="alignnone" width="900"]
ACT berikan penghargaan untuk atlet veteran Tati Sumirah[/caption] Dari tujuh veteran atlet, ACT menyambangi Tati Sumirah, Sang legendaris Uber Cup tahun 1975 sebagai salah satu veteran yang mendapatkan “Penghargaan Atlet Veteran Tahun 2019”. Meski telah berusia 68 tahun, Tati Sumirah masih dapat mengingat baik cerita-cerita di balik piagam yang berjejer di mejanya.
Salah satu momen yang masih menancap kuat adalah momen bahagia ketika Tati Sumirah berhasil menundukkan Jepang dengan skor 5-2 di laga final bulutangkis Uber Cup tahun 1975 dan Tati Sumirah berhasil membawa harum nama Indonesia menjadi juara untuk pertama kalinya. “Uber Cup itu berkesan buat saya, karena ketika saya menang, teman-teman langsung mengejar ke lapangan, mereka mau kasih kejutan.
Padahal saya bukan orang yang biasa dengan kejutan seperti itu. Saking senangnya, mereka kejar saya sampai ruang ganti, dan di dalam sana kita sampai berdesak-desakan,” kenang Tati kepada Tim Mobile Social Rescue (MSR) – Aksi Cepat Tanggap (ACT). “Makanya, saya ingin bilang ketika ACT datang lagi Ramadhan ini, saya sangat berterima kasih. Waktu tim datang assesment pertama kali, saya bertanya-tanya ada apa ini? Ketika datang, alhamdulillah ternyata ada bantuan,” kata Tati. “Kami berharap bisa mengadakan lagi pemberian penghargaan seperti ini untuk mantan atlet lainnya, para veteran yang mungkin kehidupannya jauh dari kata mapan.
Terlebih, ke depannya semoga lebih banyak lagi perusahaan lain yang bekerjasama dengan ACT.” tambah Dayani, tim program MSR-ACT. Implementasi berikutnya akan dilakukan dalam waktu dekat kepada atlet veteran lain yang telah menjadi target program ACT. “Melalui program ini, setidaknya kita sudah menghargai jasa mereka yang sudah mengharumkan nama Indonesia.
Ketika saya bertanya, mereka menjawab bahwa prinsip mereka itu sederhana; asal Indonesia Raya sudah berkumandang di negeri orang, mereka sudah bangga,” ungkap Dayani. Setelah pensiun dari dunia bulutangkis, Tati sempat bekerja sebagai kasir di sebuah apotek selama sekitar 20 tahun dan sempat bekerja di sebuah perusahaan oli sebagai tenaga administrasi milik pemain legenda Rudy Hartono selama sembilan tahun.
Namun seiring bertambahnya usia, Tati kini tidak bekerja lagi dan hanya mengurus pekerjaan rumah yang ditinggalinya bersama lima orang anggota keluarganya yang lain. “Kalau ada rezeki saya pasti penuhi kebutuhan sendiri, saya tidak mau lepas tangan. Cuma kalau memang tidak ada, saya pasti ke keponakan saya, karena dia punya usaha sendiri. Tapi kalau memang ada uang saya pasti pakai uang sendiri,” pungkas Tati.