Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Isu Buruh Migran Indonesia memprotes eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi, terhadap TKI bernama Zaini Misrin asal Bangkalan, Madura pada Minggu, 18 Maret 2018 di Mekkah."Nota protes hukuman mati harus segera dikirimkan dengan messages yang sangat tegas kepada pemerintah Saudi. Yang kedua bulan Mei mendatang Jokowi akan melakukan kunjungan secara resmi ke Saudi. Kami minta mendesak agar Jokowi membatalkan kunjungan itu demi memberikan sensitifitas pada Zaini Misri dan keluarganya yang kemarin dieksekusi disana tanpa yang mana pemerintah diabaikan sama sekali tidak ada pemberitahuan,”kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah.Zaini Misrin dituduh membunuh majikannya di Kota Mekkah pada tahun 2004. Kemudian, pada tahun 2008, Pengadilan Mekkah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Zaini. Sepanjang proses hukum itu berjalan, otoritas Saudi tidak memberikan kabar kepada pihak pemerintah Indonesia terkait dengan jatuhan hukuman yang dijatuhkan kepada Zaini.
Baca: Keluarga Shock
Pemerintah Arab Saudi baru memberitahu proses hukum yang dijalani oleh Zaini kepada pihak RI ketika yang bersangkutan sudah divonis hukuman mati, yakni pada 2008. Usai itu, barulah pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah penundaan dan pembebasan Zaini dari vonis hukuman mati.Presiden Jokowi, pernah mengirimkan surat permohonan pengampunan terhadap Zaini, dan saat itu permohonan tidak dikabulkan dan Zaini tetap divonis hukum mati.Protes kepada pemerintah Arab Saudi terkait vonis hukuman mati bagi TKI dilakukan LSM yang terkait diantaranya Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran, dan Human Rights Working GroupKeempat LSM itu menjelaskan bahwa pemerintah Arab Saudi telah melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum internasional dengan tidak pernah menyampaikan Mandatory Consular Notification baik pada saat dimulainya proses peradilan dan juga pada saat eksekusi hukuman mati dilakukan. LSM tersebut juga mendesak Pemerintah RI untuk mengeluarkan Nota Protes Diplomatik kepada Pemerintah Arab Saudi, serta mengerahkan sumber daya politik dan diplomasi untuk mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia.“ Sampai dieksekusi jatuhi hukuman mati pada 17 Nov 2008 tidak pernah mendapatkan akses kekonsuleran tidak pernah mendapatkan penerjemah yang imparsial padahal itu merupakan hal yang vital jadi siapa pun yang menghadapi peradilan hukuman mati. Bahkan pihak KBRI baru mendapatkan akses itu selama 5 tahun kasus ini bermula, jadi pada tahun 2009 baru ada pengakuan dari Muhammad bahwa Zaini Misrin dia sebenernya dipaksa untuk membuat pengakuan perbuatan yang menurut dia tidak dia lakukan, pembunuhan terhadap majikan. Pihak yang melakukan tekanan paksaan terhadap dia adalah polisi Saudi Arabia dan juga pihak penerjemah yang seharusnya bersikap imparsial dan netral,"kata Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care. Laporan Restu Wulandari dan Vinta