Antv –Satu Kahkonen, perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste disebut ceroboh di media internasional usai mengomentari program pemberian makan siang dan susu gratis untuk anak-anak Indonesia yang dicanangkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu dipublikasikan di media asal Inggris, Business Times melalui artikel yang ditayangkan pada Selasa (5/3). Media internasional itu bahkan menyebut pandangan Kahkonen melampui batas, sebab Bank Dunia sebagai lembaga netral yang seharusnya tidak melontarkan pernyataan bemuatan politik.
IBTimes pun membeberkan bahwa Indonesia masih bergulat dengan malnutrisi dan stunting, kendati kinerja ekonomi kian solid. Tantangan ini bahkan masih terjadi terus menerus di kalangan muda. Faktanya, 21% anak di bawah usia 18 tahun menderita stunting, menurut studi yang dilakukan Center for Policy Studies.
Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa pemilih di Indonesia mendukung intevensi dan proteksionisme untuk meningkatkan standar hidup dan melindungi kelompok paling rentan di negara yang tingkat kemiskinannya masih tinggi, yakni sebesar 9%, meskipun berada dalam tren menurun.
Selain itu, bila melihat dari perspektif kelembagaan, IBTimes mengatakan mandat Bank Dunia jelas bahwa mereka dapat memberi nasihat terkait isu ekonomi, namun harus menghindari campur tangan politik. Oleh karena itu, ada dugaan kuat bahwa Kahkonen telah melanggar norma tersebut, dengan menyerang langsung salah satu proposal inti kampanye Prabowo.
“Ada anggapan bahwa Kahkonen telah melampaui batas dalam kritiknya terhadap usulan Subianto; Bank Dunia seolah-olah merupakan lembaga yang netral, dan pernyataan-pernyataannya dipandang di dalam negeri bermotif politik,” tulis artikel itu, dikutip Rabu.
Adapun para ekonom dari aliran ekonomi yang lebih progresif, seperti Keynesian juga berpendapat bahwa investasi yang ditargetkan untuk kesejahteraan anak-anak Indonesia merupakan sebuah investasi.
“Indonesia memilih pemimpin berdasarkan proposal kebijakan yang diajukan. Saran dari pihak eksternal bisa diterima, namun tidak boleh diprioritaskan di atas proses demokrasi,” tulis IBTimes.