Hal ini menarik bagi sebagian pemilih yang tidak mengenal sejarah Prabowo yang kontroversial, termasuk keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia di Timor-Leste dan penculikan aktivis demokrasi di era akhir pemerintahan Suharto.
Meski kebijakan luar negerinya masih belum jelas, Prabowo menjanjikan fokus yang lebih besar pada isu keamanan dan pertahanan, yang menjadi aspek penting dalam kampanyenya.
Sedangkan Anies Baswedan, yang berusia 54 tahun, memiliki latar belakang sebagai rektor universitas, menteri pendidikan, dan gubernur Jakarta. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga aktivis politik Muslim dan memiliki pendidikan dari Amerika, yang membentuk pandangannya yang progresif.
Selama kepemimpinannya di Jakarta, Anies berfokus pada peningkatan infrastruktur anti-banjir, menyediakan makanan sekolah gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, dan menunjukkan respons cepat terhadap pandemi COVID-19.
Namun, dalam kampanyenya untuk menjadi gubernur, ia terlibat dalam politik identitas yang kontroversial, menargetkan petahana yang merupakan etnis Tionghoa dan beragama Kristen, yang menimbulkan keraguan di antara pendukungnya tentang komitmen terhadap inklusivitas.
Dalam kampanyenya untuk presiden, Anies menikmati popularitas di Jakarta, tetapi untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas di daerah seperti Jawa Timur, ia bergantung pada partai-partai pendukung.
Ia telah bermitra dengan Muhaimin Iskandar, ketua partai Islam terbesar, dan menerima dukungan dari kelompok-kelompok Muslim konservatif.
Namun, Anies juga harus menarik dukungan dari pemilih moderat di kota-kota besar, yang ia dekati dengan menonjolkan diri sebagai teknokrat yang ahli.
Dengan pengalaman dalam urusan internasional, Anies berambisi meningkatkan pengaruh Indonesia baik di tingkat regional maupun global.
Dan yang terakhir Ganjar Pranowo, yang berusia 55 tahun dan menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah untuk dua periode, dikenal sebagai sosok modern dan dekat dengan rakyat.
Ia bukan berasal dari keluarga politik terkemuka, namun berhasil memperoleh dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan pemimpinnya, Megawati Sukarnoputri, putri pendiri negara dan mantan presiden Indonesia.
Ganjar, yang memiliki reputasi sebagai teknokrat yang ramah, mengandalkan strategi kampanye yang berakar pada pendekatan langsung dan interaksi dengan rakyat.
Dalam strategi kampanyenya, Ganjar memulai dari Papua, daerah paling timur di Indonesia, mengadopsi metode kampanye "blusukan" yang pernah digunakan oleh Jokowi, dengan kunjungan dadakan ke pasar-pasar dan tempat umum lainnya untuk bertemu langsung dengan masyarakat.
Untuk posisi calon wakil presiden, ia telah memilih Mahfud MD, Menteri Koordinator Keamanan di era Jokowi.
Fokus Ganjar dalam kebijakan luar negerinya adalah pada prinsip "bebas dan aktif", dengan janji untuk meningkatkan keamanan di kawasan maritim Indonesia yang luas.