Ekonom: Hilirisasi Mulai Berdampak Positif pada Neraca Perdagangan Indonesia

bahlil lahadia foto instagram
bahlil lahadia foto instagram (Foto : )

“Apakah kita ingin mendapat keuntungan sesaat tapi nilainya kecil atau keuntungan jangka panjang dengan nilai yang lebih besar. Hilirisasi mungkin membuat kita rugi jangka pendek karena ada ekspor yang tereduksi. Tapi, jangka panjangnya, kita akan punya produk dengan nilai tambah yang lebih besar. Kalau kalkulasi dagang, hilirisasi akan jauh lebih untung daripada jual barang mentah,” beber dia. 

“Kalau hilirisasi ditunda dengan alasan supaya bisa ekspor raw material, ya tidak baik. Karena sumber dayanya akan habis. Semakin banyak yang diekspor barang mentah, semakin dikit kita merasakan nilai manfaatnya. Secara kuantitas dan peluang investor datang akan semakin kecil, karena hilirisasi jadi tidak menarik lagi,” sambung Faisal.

Dia pun tidak menampik munculnya resistensi dari sejumlah negara yang menentang kebijakan hilirisasi. Oleh karenanya, alumni Institut Teknologi Bandung itu mengusulkan dua hal supaya kebijakan hilirisasi tidak mengganggu neraca perdagangan. 

Pertama, pemerintah harus menentukan sektor hilirisasi prioritas. Menurut Faisal, Indonesia memiliki segudang potensi hilirisasi, mulai dari sektor energi, perikanan, pertanian, hingga kehutanan. Namun, kalkulasi pasar dan permintaan harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan sektor apa yang akan menjadi senjata andalan Indonesia. 

“Kalau satu komoditas dijadikan produk, tapi permintaan pasarnya malah sedikit, itu berarti gagal hilirisasinya. Makanya nikel dan electric vehicle itu mungkin paling menjanjikan karena kalkulasi market dan permitaannya ada. Jadi kita harus menentukan hilirisasi prioritas, tidak bisa semuanya bersamaan,” ungkap Faisal. 

Adapun usulan kedua adalah pemerintah harus siap bertarung di arena politis melalui platform diplomasi perdagangan. Sebab, hilirisasi sama saja memberikan restriksi atau proteksi terhadap suatu komoditas, yang mungkin saja negara lain memberikan respons serupa kepada Indonesia. 

“Setiap ada hilirisasi, pasti ada larangan ekspor. Nah di situlah harus ada kesiapan trade diplomacy. Karena akan sangat lumrah ketika negara protes atau men-challenge kebijakan hilirisasi, dan itulah fakta yang kita hadapi dengan negara lain,” papar Faisal.