Megawati Soroti Putusan MKMK: Mari Kawal Pemilu 2024 dengan Nurani

Megawati Soroti Putusan MKMK: Mari Kawal Pemilu 2024 dengan Nurani
Megawati Soroti Putusan MKMK: Mari Kawal Pemilu 2024 dengan Nurani (Foto : Tangkap Layar)

Antv – Tiga bulan sebelum Pemilu 2024, dinamika praktik politik nasional dianggap telah mengabaikan kebenaran hakiki yang berasal dari nurani. Diduga bahwa adanya manipulasi hukum melalui Mahkamah Konstitusi yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan kelompok tertentu.

Hal tersebut tentunya bertentangan dengan semangat reformasi yang sebelumnya telah memperbaiki pemerintahan otoriter dan berupaya untuk menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Presiden ke-5 Republik Indonesia dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri, menyampaikan pidato untuk menanggapi situasi politik nasional menjelang Pemilu 2024.

Terutama terkait dinamika di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah dibacanya putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batasan usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres).

Ini merupakan penampilan pertama Megawati di depan publik sejak ia mengumumkan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Ganjar Pranowo pada tanggal 18 Oktober lalu.

Setelah peristiwa tersebut, Megawati tidak pernah muncul atau memberikan komentar terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ini termasuk juga dalam hal pencalonan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, yang merupakan anggota PDI-P dan putra sulung dari Presiden Joko Widodo.

Ketika memulai pidatonya, Megawati menyatakan bahwa setelah memperhatikan dinamika yang tengah terjadi dan merenung dengan hati nurani yang jernih, ia memutuskan untuk berbicara.

Pembicaraan tersebut didasarkan pada nurani, panduan akal sehat, dan kebenaran yang sejati.

Pandangan ini tidak hanya disampaikan sebagai seorang warga negara yang telah berkontribusi dalam perjuangan untuk mengukuhkan demokrasi, tetapi juga sebagai mantan Presiden ke-5 Republik Indonesia dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

”Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi. Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kukuh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi. Kita semua tentunya sangat prihatin dan menyayangkan mengapa hal tersebut sampai terjadi,” ujar Megawati.

Megawati menjelaskan bahwa pembentukan MK dilatari dengan suasana kebatinan masyarakat yang mendorong gerakan reformasi.

Melalui gerakan reformasi, muncul semangat perlawanan terhadap sifat dan budaya pemerintahan yang otoriter dan sangat sentralistik
Sifat dan budaya pemerintahan tersebut juga menjadi sumber dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang kemudian mendorong rakyat untuk membangun gerakan reformasi dan mengarahkan Indonesia menuju proses demokratisasi.

Namun, untuk mencapai demokratisasi, Indonesia harus mengalami perjalanan yang sulit. Semua itu harus dibayar dengan pengorbanan nyawa puluhan orang.

”Sampai saat ini, kita masih seharusnya mengenang dengan perasaan hati yang begitu sedih atas pengorbanan rakyat dan mahasiswa melalui peristiwa Kudatuli (27 Juli 1996), peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, hingga berbagai peristiwa penculikan para aktivis, bagian dari rakyat. Mereka banyak saksi hidup yang sampai saat ini berdiam diri, semua menjadi wajah gelap demokrasi,” ujar Megawati.

Mengantisipasi Segala Bentuk Kecurangan Pemilu

Ia menegaskan bahwa praktik kekuasaan yang bersifat otoriter telah dikoreksi. Melalui reformasi, demokratisasi juga terwujud dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dan terbuka.

Undang-undang tentang pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme juga diberlakukan. Meskipun demikian, dinamika saat ini tidak selaras dengan upaya tersebut.

”Apa yang terjadi di MK akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” ucap Megawati.

Oleh karena itu, Megawati mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengawasi Pemilu 2024 dengan penuh kesadaran. Pemilu 2024 diharapkan menjadi kesempatan untuk memilih pemimpin terbaik yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat.

”Manipulasi hukum tidak boleh terulang lagi. Hukum harus menjadi instrumen yang membawa kebenaran. Hukum harus menjadi alat untuk menegakkan keadilan. Hukum harus berperan dalam melindungi seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan adanya keadilan, kemakmuran pasti bisa dicapai,” ucapnya.

Selain itu, Megawati mendorong semua komponen masyarakat untuk terus memelihara semangat reformasi dan memantau perkembangan demokrasi. Dia mengingatkan masyarakat agar tidak merasa takut untuk menyuarakan pendapat selama itu sesuai dengan keinginan rakyat.

Kontroversi yang berada pada tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) bermula setelah MK mengumumkan keputusan Nomor 90 tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.

Putusan ini memberikan peluang kepada Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi bakal calon wakil presiden meskipun usianya masih di bawah 40 tahun.

Publik mengkritik keputusan tersebut dari segi akademik dan etika, terutama karena Ketua MK Anwar Usman, yang memimpin sidang dan menetapkan putusan No 90, memiliki hubungan keluarga dengan Presiden dan Gibran.

Pasca-pengumuman putusan, muncul laporan tentang dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh Anwar.

Dalam persidangan MK, terbukti bahwa Anwar bersalah melakukan pelanggaran etika yang serius, dan akhirnya MKMK (Majelis Kehormatan MK) memberhentikannya dari jabatannya.