Antv – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Batam melaporkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ketua Kodat86 Cak Ta'in Komari mengatakan pihaknya melaporkan dugaan korupsi dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) pascatambang di Kabupaten Bintan periode 2010-2016 saat Ansar Ahmad masih menjabat Bupati Bintan.
"Jadi kami laporkan ke KPK dan Kejagung. Intinya kami berharap laporan ini bisa segera diproses, ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum," kata Cak Ta'in usai memasukkan laporannya di Kejagung, Jumat 9 Desember 2022.
Menurut Cak Ta'in, ada banyak kejanggalan dalam pengelolaan dan realisasi DJPL pascatambang di Bintan.
"Banyak data yang tidak sinkron di lapangan sehingga memang perlu diselidiki lebih dalam oleh aparat penegak hukum. Apalagi dapat masuk proses hukum lebih lanjut," ujarnya.
Cak Ta'in mengklaim memiliki bukti-bukti yang sangat kuat yang sudah diserahkan kepada KPK dan Kejaksaan terkait dugaan korupsi dana DJPL pascatambang di Kabupaten Bintan.
"Kami memiliki bukti yang sangat kuat dugaan korupsi dana DJPL ini. Potensi kerugian negaranya sangat besar, ratusan miliar. Kami telah menyerahkan beberapa dokumen pendukung lain untuk melengkapi, terutama untuk memastikan bahwa angka DJPL itu sangat fantastis, menurut ketentuan Kepmen ESDM maupun SK Bupati Bintan," jelasnya.
Lebih lanjut, Cak Ta'in mengaku langkah yang diambil pihaknya ini merupakan wujud peran serta masyarakat untuk memberikan akses informasi ataupun laporan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di sekitarnya.
"Disinilah perlunya peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi berkolaborasi dengan aparat penegak hukum," terangnya.
Selain Cak Ta'in, laporan dugaan dugaan penyelewengan anggaran DJPL pascatambang di Kabupaten Bintan juga dilayangkan seorang warga Batam bernama Syahrial Lubis.
Didampingi pengacaranya, Ahmad Hambali Hutasuhut, Syahrial melaporkan masalah tersebut ke KPK dan Bareskrim Polri pada Kamis (8/12), dan Kejagung pada Jumat (9/12).
Ahmad Hambali mengatakan, pihaknya membuat laporan dugaan penyelewengan DJPL yang sudah dialokasikan sebesar ratusan miliar rupiah.
"Itu ada laporan hasil BPK itu sekitar Rp 132 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sampai sekarang. Kami duga raib, kenapa? Karena faktanya sampai saat ini itu hasil eksplorasi berupa tambang itu masih tidak direklamasi. Ada berupa danau, belum kembali kepada posisi semula lah," ujar Hambali di gedung Merah Putih KPK, Kamis 8 Desember 2022.
Bahkan, Hambali menuturkan bahwa ditemukan adanya rekening BPR Bintan dengan adanya nama Bupati Bintan yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Kepri.
"Intinya hanya beliau yang bisa mengeluarkan dana tersebut, berupa rekomendasi ataupun penarikan langsung. Jadi dugaan kami ya beliau ini lah, mantan Bupati Bintan yang sekarang Gubernur Kepri. Itu yang dilaporkan," bebernya.
Padahal, lanjut Hambali, anggaran tersebut sudah dianggarkan untuk mengembalikan fungsi tanah seperti semula setelah dilakukan penambangan untuk menjamin lingkungan seperti semula. "Tapi tidak, dananya sudah ada, tetapi tidak dilakukan, malah itu raib. Dugaan dirampoklah, kemana dana miliaran ini?" ucap dia.
Sementara itu, Juru bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan dari warga Batam yang bernama Syahrial Lubis dengan didampingi oleh pengacaranya, Ahmad Hambali.
"Setelah kami cek informasi kami peroleh benar ada laporan dimaksud. Kami tindaklanjuti dengan verifikasi dan telaah lebih dahulu untuk memastikan terpenuhinya syarat sebuah laporan dugaan korupsi. Kami pastikan KPK juga lakukan pengayaan informasi dan data atas laporan dimaksud," ujar Ali.