Raja Dangdut, Rhoma Irama, boleh saja tidak suka dengan Koplo. Keberatan koplo disebut dangdut. Tapi dia tak berani melarang. Menurutnya, itu hak asasi manusia bermusik. Rhoma cuma tidak suka lagu ciptaannya dinyanyikan secara koplo.
“Nanti rusak,” kata Sang Raja dalam sebuah wawancara di kanal youtube Alvin & Friends pada tahun 2019. Menilik literatur, irama dangdut koplo pertama kali terdengar di Jawa Timur, lalu terbawa angin ke Jalur Pantura, hingga akhirnya terdengar sepulau Jawa. Sebelum akhirnya pulau-pulau lainya di negeri kepualauan ini mendengarkan irama dangdut koplo. Koplo adalah cara bermusik masyarakat bawah yang menggoyang masyarakat atas karena kejujurannya berekpresi.
Sebuah bentuk kebahagian yang kadang bikin iri kaum mapan. Pengamat sosial menganggap, dangdut koplo adalah bagian dari fenomena sub-kultur. Sebuah fenomena budaya yang normal, yang awalnya diusung oleh sekelompok orang yang memiliki perilaku berbeda dengan kebudayaan induk mereka.
Koplo adalah produk budaya bermusik yang ingin tampil beda dari musik induknya. Pengamat musik mencatat, dangdut koplo adalah musikalisasi mapan yang disisipi musikalisasi kedaerahan, yang mulai menyeruak di tahun 2000. Bukan sesuatu yang aneh, justru harus dihargai.
Sebab musik, apapun genrenya, adalah kebebasan berekpresi. “Unsur musik itu ada pada irama, melodi, harmonisasi dan timbre. Semuanya ada di Koplo dengan berkiblat pada dangdut. Koplo itu salah satu genre dangdut. Ada irisan nuansa musik pop-nya, tapi lebih ke dangdut. Dia hanya menambahkan bunyi-bunyian saja, yang tidak lazim pada dangdut klasik dan konvensional.
Tapi harmonisasinya terjaga. Ini masalah selera bermusik saja. Dan koplo adalah salah satu ekpresi bermusik rakyat,” kata Heru Kusnadi. Seorang guru bermusik, dan mantan musikus yang pernah bergabung dengan Kwartet Punakawan besutan Jaya Suprana.
Koplo Super Star ANTV