Fraksi PKS Tolak Pengadaan Gorden Rumah Jabatan Anggota DPR

Fraksi PKS tolak pengadaan gorden rumah jabatan anggota DPR (antv / Mahendra Dewanata)
Fraksi PKS tolak pengadaan gorden rumah jabatan anggota DPR (antv / Mahendra Dewanata) (Foto : )
Proyek gorden rumah dinas DPR RI mendapatkan banyak desakan untuk dibatalkan. Kali ini penolakan datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
Fraksi PKS DPR RI menolak pengadaan gordyn untuk rumah jabatan anggota DPR, hal ini disampaikan oleh ketua fraksi PKS,  Jazuli Juwaini .Dalam konferensi persnya Jum'at (13/5/2022) Jazuli Juwaini  meminta Setjen DPR membatalkan pengadaan gorden rumah jabatan anggota DPR, Kalibata.[caption id="attachment_516173" align="alignnone" width="900"] Ruma jabatan anggota DPR Kalibata (antv / Mahendra Dewanata) Ruma jabatan anggota DPR Kalibata (antv / Mahendra Dewanata)[/caption]Dalam konferensi persnya ada tiga alasan yang melandasi sikap fraksi PKS, pertama, gorden ini bukan hal yang urgent terkait kinerja dewan,  apalagi sebagian besar gordyn ruma jabatan anggota DPR Kalibata kondisinya masih bagus.Kedua, pengadaan gorden ini mendapat reaksi dan kritik luas dari masyarakat, maka DPR sebagai wakil rakyat harus mendengar kritik tersebut, harus peka dan sensitif, tidak perlu berpolemik, dibatalkan saja.Ketiga, di tengah kondisi masyarakat yang sulit ekonomi akibat pandemi, DPR harus mengutamakan kepentingan rakyat sehingga lebih urgent anggaran untuk rakyat, untuk membantu masyarakat yang kesulitan ekonomi.“Sikap resminya pengadaan gorden rumah dinas  anggota DPR dibatalkan, disesuaikan dengan aspirasi masyarakat, meskipun anggaran itu jika dikomparasi dengan APBN 40 Milyar itu tidak ada apa-apanya dibanding kereta cepat yang mangkrak, dibanding proyek IKN yang belum jelas tapi sebagai wakil rakyat harus sensitif dan aspiratif dengan suara suara yang didengungkan,” ujar Jazuli Juwaini.Polemik pengadaan gorden di rumah jabatan anggota DPR ini memang menyita perhatian masyarakat luas karena dinilai terdapat beberapa kejanggalan.Mulai dari nilai yang dianggap tidak rasional, sampai dengan pemilihan perusahaan pemenang tender.
Wisnu Tresna Nugraha dan Mahendra Dewanata | Jakarta