ORANG yang pandai mengarang, biasanya lemah saat berpidato. Sebaliknya yang hebat berpidato, umumnya kurang mahir menuangkan pamikiran-pemikirannya ke dalam bentuk karangan.Tapi pada diri Hamka terdapat penyimpangan. la ditakdirkan Tuhan memilki keduanya sekaligus, sama kuatnya. Hamka adalah orator dan penulis yeng tajam. la bisa menjadi "Singa" di atas mimbar dakwah, dangan keahliannya berpidato menyampaikan khotbah-khotbah yang bersemangat.Sebaliknya Hamka pun bisa lembut membelai, laksana siraman air dingin yang menyejukkan jemaahnya, mampu menghasilkan khotbah-khotbah yang menggelitik naluri kamanusian seseorang untuk menangis kamudian bertobat.Kemampuan semacam itupun berhasil dituangkannya dalam bentuk berbagai karangan, baik di buku maupun mass-media.Hamka juga seorang yang memiliki daya ingat yang sangat kuat. Belum lama berselang, katika saya mengajukan berbagai pertanyaan kepada beliau dalam suatu wawancara, Hamka sempat memotong: Kalau tidak salah, soal ini sudah pernah ananda tanyakan beberapa tahun yang lalu". Dan ketika di kantor, saya balik-balik dokumentasi lama, ternyata benarlah bahwa soal itu sudah pernah dibuat di suratkabar.Malahan waktu itu saya jugalah yang mewawancari beliau dan saya sendiri pula yang menulisnya di KOMPAS. Dalam hati, saya yang masih berusia 30 tahun inipun salut pada daya ingat Buya Hamka yang begitu kuat.Agaknya, daya ingat yang lstimewa inilah yang antara lain berhasil membentuk Hamka sebagai pribadi dan tokoh terkemuka seperti keadaannya sekarang inl.Sebab kalau hanya melhat pendidikan formil yang pernah dilaluinya, mulanya beliau hanyalah tamatan kelas dua Sekolah Desa. Dari sana masuk Sekolah Agama, itupun cuma lima tahun.Sebagian terbesar ilmu yang dimilikinya diperoleh dari pendidikan non-formil. Darl ayah bellau, Haji Abdul Karim, dari abang iparnya, AR Sutan Makmur, dari tokoh Sjarikat Islam, HOS Tjokroaminoto dan sederet nama besar lainnya.Kesemuanya itu manjadi semakin mantap karena kegemaran Hamka melulur pengetahuan dari buku-buku. Bukan cuma buku-buku tentang agama, melainkan juga barbagai buku lImu pangetahuan, terutama filsafat.Salah satu ciri Prof. Dr. Hamka yang mengasyikkan bila berwawancara dengannya, adalah pandainya beliau mengemukakan pandangan tentang agama dengan menyelip-nyelipkan berbagai teori lImu Pengetahuan.la berbicara tentang Islam, tapi disinggung-singgungnya pula pendapat Darwin, Socrates atau Plato dan sebagainya.Dengan cara seperti ini, timbul kesan bahwa Hamka juga tahu banyak tentang berbagai pengatahuan di luar Islam. Dan melihat pamikiran-pamikirannya yang begitu luas, orangpun sukar mencapnya sebagai ulama kolot.Encik Razali Nawawi, Dekan Fakulti Pengajian lslam Universiti Kebangsaan (Maleysia), membedakan Hamka dengan Mohammad Natsir, Katanya: Natsir bermula darl pendidikan Belenda Barat, manuju kepada keulamaan; semantara Hamka justru seorang ulama yang melengkapi diri dengan pengetahuan Intelektuil. Natsir seorang intelektuil-ulama, sementara Hamka ulama-intelektuil.Yang jelas kedua tokoh itu memilki bobotnya masing-masing. Yang satu pemikiran-pemikiran Intelektualnya bernafaskan lslam, yang satu lagi keislamannya ditunjang dengan bobot Intelektuil.
BAHWA Prof. Dr. Hamka juga seorang figur yang kokoh memegang sikapnya, terlalu banyak contoh untuk disebut. Bahwa semasa pemerintahan Presiden Soekarno beliau sempat masuk penjara, cukuplah menunjukkan keteguhannya berpijak di atas prinsip.Tapi Hamka juge memilki suatu kelabihan yang cukup menonjol. lbarat pengemudi mobil yang harus menjaga keselamatan umat yang mengikutinya, beliau tahu benar kapan saatnya harus menginjak pedal rem dan kapen waktunye tancap gas!Saya berpendapat Hamka seorang pemimpin yang berparhitungan masak. Kalau perhitungannya sampai pada kesimpulan mengambil suatu langkah tertentu, dipasangnya langkah itu kuat-kuat.Dan kalaupun ada orang yang mencemoohkan langkahnya itu, ia akan tetap pada pendiriannya dengen keyakinan bahwa suatau masa akan tiba juga saatnya membuktikan bahwa langkahnya benar dan ia tidaklah seperti yang semula dipersangkakan orang.Prof. Dr. Hamka adalah pemuka Islam yang berpegang kepade motto: "Falsafeh sebagai penjelesan hidup: kesusasterean sebagal nyanyian hidup: kesenian sebegai perhiasan hidup; tassawuf sebagel intisarl hidup dan ibadah sebegal pegangan hidup""Semuanya untuk hidup! Karena, hidup yang tinggi dan panjang adalah yang bernilai. Bahkan maut sendiripun adalah patri dari hidup yang bernilai!".
Penulis: H. Azkarmin Zaini - Tokoh Jurnalis Indonesia
Baca Juga :