“Kehadiran wisata ini sudah ada sejak 2017 lalu dalam rangka melaksanakan program pemerintah daerah untuk ekowisata dan menjaga lingkungan bagi masyarakat terutama dalam mendukung potensi alam yang diberikan pada saat PON XX Papua di Kabupaten Mimika,” kata Viktor Kabey, Kepala Bidang Pemasaran sub PB PON Kluster Mimika.
Untuk masuk dikenakan tarif sebesar Rp 10.000 untuk dewasa dan Rp 5.000 untuk anak-anak, terdapat 40 jenis mangrove, dan 27 di antaranya ada dalam kawasan Ekowisata Mangrove Poumako. Saat masuk area ekowisata, wisatawan akan mendengar suara burung berkicau dan menikmati semilir angin. Akses bagi wisatawan di sana berupa jembatan atau titian bakau dari kayu besi sepanjang sekitar satu kilometer.
Luas mangrove Mimika yang mencapai 300.000 Ha dengan tinggi pohon mencapai 30 m menjadikan mangrove Poumako unik dan jarang ditemukan di tempat lain. Hal ini mendorong pemerintah Kabupaten Mimika untuk mengembangkan Kawasan Ekowisata Mangrove Pomako ini yang nantinya diharapkan menjadi mangrove center atau pusat pembelajaran mangrove di Papua bahkan Indonesia.
Ekowisata Hutan Mangrove Poumako merupakan wilayah adat Suku Kamoro, suku yang mendiami kawasan pesisir Kabupaten Mimika. Suku Kamoro, suku yang memiliki hak ulayat yang terbentang dari Potowaiburu hingga Nakai. Pada masa silam, orang Kamoro lebih dikenal dengan sebutan Mimika We.
Lokasi ekowisata mangrove itu berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat kota, yang dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 50 menit menggunakan kendaraan roda empat.
Perjalanan dari Timika ke lokasi ekowisata yang dikelola Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Mimika itu relatif nyaman, karena jalan yang sudah diaspal.