Perbaikan indikator penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan buah dari kerja sama semua pihak dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah secara terukur.
Pemerintah dan semua pihak yang terlibat diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja penanganan pandemi.Berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 19 September 2021, berbagai indikator telah menunjukkan bahwa penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia telah dilakukan secara efektif dan berdampak optimal.Penilaian situasi Covid-19 di Jawa-Bali misalnya, sudah mulai mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya.Kini, hanya tinggal 3 wilayah di pulau Jawa yang berstatus level 4, 82 wilayah level 3, dan 43 wilayah level 2.Di sisi lain, jumlah kasus aktif Covid-19 juga berhasil ditekan, dari 12,48 persen pada 3 Juli 2021, menjadi 1,45 persen pada 19 September 2021.Hal ini berjalan beriringan dengan tingkat kesembuhan yang meningkat dari 84,86 persen menjadi 95,16 persen pada periode tersebut.Adapun, tingkat keterisian rumah sakit turun dari 75 persen menjadi 12 persen.“Fakta yang saya amati dari memperhatikan media massa, situasi lapangan, dan mendengar opini ahli di bidang kesehatan, pemerintah terus menekan laju penularan COVID-19 dengan berbagai cara. Mulai dari mengeluarkan kebijakan PPKM darurat sampai dengan sekarang PPKM level situasi wilayah. Menurut saya, pemerintah sudah melakukan kebijakan yang terukur,” ujar Dr. Slamet Rosyadi S.Sos., M.Si., Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (21/9/2021).“Pemerintah telah mampu mengukur secara kuantitatif kondisi pandemi di suatu wilayah. Kebijakan ini membuat kita bisa memantau kondisi wilayah dengan lebih baik. Masyarakat juga perlu mengapresiasi pemerintah sudah terbuka kepada publik sehingga data kondisi penanganan Covid-19 sudah sebegitu terbukanya kepada masyarakat saat ini. Slamet juga melihat data perkembangan kasus Covid-19 data kesembuhan dan yang meninggal, sudah cukup transparan disampaikan pemerintah,” sambungnya.Slamet mengharapkan pemerintah dapat memperkuat perumusan kebijakan publik berdasarkan kajian ilmiah (evidence base). Karena menurutnya penanganan Covid-19 ini tidak bisa dilakukan melalui cara-cara birokratis, tapi harus melalui pendekatan ilmiah.Dengan demikian, masyarakat dapat teredukasi dengan lebih baik guna menumbuhkan kesadaran kolektif dalam menangani krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19.“Pemerintah kita saat ini sudah menyusun kebijakan melalui kajian ilmiah. Hal ini sangat penting untuk menjelaskan kepada masyarakat, misalnya, kenapa aktivitas ekonomi harus dibatasi. Namun, tentunya kita tetap harus belajar dan sambil melihat situasi dan praktik terbaik dari negara lain juga,” terangnya.Slamet juga mencontohkan bagaimana Taiwan merespon kasus pertama Covid-19 yang merebak di Wuhan, dengan menerjunkan ahli di bidang kesehatan mereka ke Wuhan untuk mempelajari situasi.Setelah ahli kesehatan Taiwan kembali ke negaranya, mereka membawa hasil pengamatan yang kemudian dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan.Selain upaya merumuskan kebijakan publik yang efektif mencegah penularan Covid-19 yang meluas, secara keseluruhan Slamet juga melihat upaya vaksinasi juga sudah cukup cepat dan tanggap.Menurutnya pemerintah sudah sadar apabila upaya kesehatan tidak segera dituntaskan akan berdampak ke bidang-bidang lainnya.“Efeknya luar biasa apabila kita tidak menangani krisis kesehatan ini dengan cepat. Saya lihat adanya kolaborasi untuk program vaksinasi, banyak pemangku kepentingan yang terlibat untuk mempercepat vaksinasi. Di Purwokerto saja, animo masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi sudah sangat luar biasa dan positif. Masyarakat mulai sadar terhadap perlindungan kesehatan,” terang Slamet lebih jauh.Bagi Slamet, upaya vaksinasi saat ini mendapatkan respon positif dari masyarakat. Ini berkat edukasi yang sudah baik dan menyadarkan masyarakat betapa pentingnya vaksinasi di masa pandemi ini.“Ke depan, sosialisasi dan penerapan protokol kesehatan harus terus dijalankan. 5M itu harus betul-betul dijalankan dan masyarakat harus menjadi bagian dari kampanye karena pemerintah tidak mungkin bekerja 24 jam sehingga perlu partisipasi publik. Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat perlu didorong untuk dijadikan agen perubahan dan mempromosikan kampanye hidup sehat dan beradaptasi dengan kebiasaan baru, karena kita belum tahu kapan pandemi belum akan berakhir,” pungkas Slamet.
Baca Juga :