Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas harus segera dimulai.
Hal itu karena hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 2 tahun Belajar Dari Rumah (BDR), mengakibatkan hilangnya masa pembelajaran (learning loss).Akibatnya, sulit mengukur hasil pembelajaran anak yang tidak terkontrol pelaksanaan tugasnya.Belum lagi karena kurang meratanya jaringan internet dsb. Selain itu,pembentukan karakter anak terganggu karena stress yang dialami anak maupun orang tua.Anakpun mengalami kurangnya kemampuan bersosialisasi karena tidak dapat berinteraksi dengan teman sebaya.Dra Diennaryati Tjokrosuprihatono, M. Psi, Psikolog menjelaskan lebih lanjut dalam paparannya mengenai “Peran Orang tua menghadapi tantangan anak bersekolah tatap muka dimasa Pandemi” dalam webinar yang diselenggarakan Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI) bertajuk "Anak kembali sekolah tatap muka. Ya atau Tidak? Suatu bahasan Psikologis", Sabtu (11/9/2021)Menurut Diennaryati, ada beberapa penelitian yang juga mendukung temuan dari kemendikbudristek; Dari penelitian yang dilakukan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, terjadi peningkatan stress sampai 3 kali dan 69% disebabkan oleh problem psikologis.Bahkan perempuan yang bekerja, tingkat depresinya lebih tinggi daripada karyawan laki- laki.Dari penelitian tentang stress ibu dalam pendampingan anak SD belajar di masa pandemi oleh Tri Nathalia Palupi, diperoleh hasil bahwa 75,34% mengalami stress sedang dan 10,31% mengalami stress berat.Padahal, orang tua yang stress akan berdampak pada anaknya yang pada akhirnya juga akan mengalami stress.Penelitian Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jaya menemukan bahwa 90% orang tua sangat mementingkan kesehatan, tapi disisi lain sampai 70% khawatir akan turunnya pendidikan bagi anak anaknya.Dari sisi anak, yang mengkhawatikan adalah kurangnya kesempatan untuk berinteraksi sosial dengan teman sebaya, menyebabkan mereka menjadi kurang mampu berempati, kurang melatih pengendalian emosinya, kurang berkesempatan untuk mengembangkan rasa solidaritasnya serta kurang mampu untuk menyesuaikan diri.Mereka menjadi lebih akrab dengan gadget, karena gadgetlah teman mereka, bahkan sampai bisa menggantikan kehangatan orang tua.Namun demikian, tidak semua anak bisa mengikuti PTM, karena ada banyak hal yang menjadi pertimbangan orang tuanya .Bila orangtua memilih Ya untuk PTM, maka ada beberapa hal yang harus dipastikan, antara lain anak sudah mengerti tentang bahaya dan cara penularan covid, serta sudah mengerti tentang prokes.Pastikan kesiapan sekolah untuk PTM, adanya komunikasi 2 arah dengan guru, bahkan bila mungkin orang tua bisa membantu guru untuk menjaga prokes siswa di sekolah, terutama untuk anak PAUD/TK dan SD.Ada baiknya juga disarankan pada guru agar memberi jeda antar pelajaran 1 dan ke2 selama 15 menit sehingga anak bisa relaks sedikit dan tidak terlalu terpapar radiasi gadget yang bisa berakibat pada kesehatan. Karena bila tidak sehat akan semakin sulit lagi belajar.Bila orang tua memilih TIDAK untuk PTM (belum saatnya PTM) maka orangtua antara lain harus menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, dimana orang tua perlu terlibat aktif dalam proses belajar.Perlu adanya komunikasi intensif antara orang tua dan guru. Sarankan guru untuk membuat tugas-tugas kelompok walau secara virtual, agar terjadi interaksi sosial dan kerja sama.[caption id="attachment_493238" align="aligncenter" width="900"] Dra Dienaryati Suprihatono, M.Psi, Psikolog, Duta Besar LBBP Indonesia untuk Republik Ekuador, 2016-2020 , Pengajar Fakultas Psikologi Ui, Konsultan Dirjen & TIM PUSKURBUK PAUD KEMENDIKBUDRISTEK saat webinar (Foto Tangkap Layar)[/caption]Selain itu, sarankan untuk mengadakan virtual playdate anak dengan teman temannya disekolah, atau bila memungkinkan adakan playdate dengan menjaga prokes, agar mereka bisa berkomunikasi.[caption id="attachment_493240" align="aligncenter" width="900"]
Dra Dewi Odjar Ratna Komala, MM, Ahli Utama/ Senior Lecturer BSN, Certified Prifessional Coach BNSP saat webinar (Foto Tangkap Layar)[/caption]Dari sisi sekolah, Puti Hamid, M.PD, melengkapi bahasan dengan memaparkan Bagaimana sekolah mempersiapkan masa transisi ini.Ia mengatakan bahwa dalam situasi krisis seperti ini, kita semua yaitu orangtua, guru dan sekolah adalah sama-sama sebagai pembelajar."Kita harus bekerjasama untuk kepentingan bersama sehingga persiapan bukan hanya dari sekolah dan guru, tapi juga orangtua dan anak." ujar Puti Hamid, M.PD.Sekolah memenuhi fasilitas prokes sesuai dengan persyaratan kelayakan dari Kemendikbudristek.[caption id="attachment_493239" align="aligncenter" width="900"]
Baca Juga :