Pemerintah telah menyusun strategi jangka panjang menyikapi kemungkinan masa pandemi Covid-19 berlangsung ada dalam waktu lama.
Pilihan terbaik bagi masyarakat saat ini adalah tetap menegakkan disiplin protokol kesehatan (prokes) sebagai jalan menuju tatanan kehidupan baru.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan agar negara-negara di dunia. Termasuk Indonesia, mempersiapkan diri mengambil langkah-langkah jangka panjang.Terkait dengan hal ini, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, angkat bicara. Ia mengatakan bahwa sejak awal Agustus 2021 pemerintah telah menyusun kajian dan strategi hidup berdampingan dengan virus Corona."Tampaknya virus Corona penyebab Covid-19 akan hidup cukup lama bersama dengan kita, bisa tahunan. Strateginya adalah bagaimana menjalani hidup normal dengan mematuhi protokol kesehatan. Sembari menjalankan aktivitas perekonomian dengan aman," ujar Maxi Rein.Hal itu disampaikan Maxi Rein Rondonuwu dalam Dialog virtual Semangat Selasa Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Selasa (7/9/2021).Untuk itu, pemerintah melakukan upaya persuasif agar masyarakat melakukan prokes ketika berada di ruang publik.Misalnya masuk dan keluar melalui pintu berbeda, memindai barcode PeduliLindungi, pakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak.Maxi menambahkan, prokes merupakan dasar tatanan hidup baru bagi masyarakat. Karena tidak ada pilihan lain selain disiplin menjalankan prokes sebagai salah satu kebiasaan baru.Pemerintah saat ini menyiapkan peta jalan hidup bersama Covid-19 melalui asesmen terkait kebiasaan baru di level tertentu.Asesmen ini disesuaikan dengan status wilayah, misal level 1 dan 2 agak longgar dibandingkan dengan level 3 dan 4.Pemerintah juga menguatkan strategi tracing, testing, treatment (3T), serta percepatan vaksinasi.Apalagi saat ini rata-rata kasus harian Covid-19 di Indonesia sudah menurun.Kasus konfirmasi positif sudah mencapai 6,7 persen, mendekati yang disyaratkan WHO di bawah 5 persen."Semua itu tak lepas dari partisipasi masyarakat sehingga membuat kasus harian Covid-19 Indonesia menurun. Indikator BOR (Bed Occupancy Rate) juga membaik, saat ini di bawah 20 persen. Demikian juga indikator kematian harian di bawah 500 per hari," beber Maxi.Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga mampu menekan angka mobilitas masyarakat.Tercatat PPKM menekan mobilitas 20-30 persen sehingga dapat menurunkan laju penularan.Namun penurunan ini jangan sampai membuat euforia dan lengah sehingga mengabaikan prokes, misalnya tidak memakai masker."Abai prokes bisa membuat kasus Covid-19 kembali naik," Maxi mengingatkan.Maxi menekankan, dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, mobilitas masyarakat Indonesia relatif rendah.Filipina berhasil menekan mobilitas bisa sampai 25-30 persen namun kasus naik. Sedangkan Vietnam mobilitas masih tinggi 60-70 persen sehingga kasusnya naik.Kasus Covid-19 berbanding lurus dengan kesadaran masyarakat dalam mematuhi prokes.Namun diakui mengubah perilaku masyarakat tidaklah mudah sehingga harus selalu diingatkan agar kasusnya yang menurun tidak naik lagi."Tidak boleh jumawa, tetap harus patuhi prokes," tandas Maxi.Maxi menambahkan, kasus positif Covid-19 juga terkait dengan upaya percepatan vaksinasi yang dilakukan pemerintah. Yakni untuk mencapai target herd immunity 208 juta penduduk yang mendapatkan dosis vaksin lengkap. Dalam hal ini dibutuhkan sekitar 400 juta dosis vaksin.Hingga akhir Agustus, sekitar 100 juta dosis vaksin Covid-19 sudah disuntikkan. Menurut Maxi, pprogram vaksinasi sudah on the track.Percepatan vaksinasi itu berjalan seiring dengan ketersediaan vaksin. Mulai Agustus, stok vaksin di Indonesia mulai banyak. Sehingga bisa dilakukan vaksinasi 1,5 juta - 2 juta vaksin per hari.Untuk September ditargetkan bisa tersedia vaksin 80 juta. Dengan demikian bisa dilakukan vaksinasi 2,3 juta - 2,5 juta vaksin per hari agar tercapai herd immunity hingga akhir tahun."Tapi yang terpenting adalah dilakukan vaksinasi sebanyak-banyaknya," tutur Maxi.Terkait dengan wacana vaksin dosis ketiga (booster), Maxi menekankan vaksin penguat saat ini baru ditujukan untuk tenaga kesehatan. Itu karena memang berisiko tinggi terpapar.Selain itu, WHO belum mengizinkan vaksin booster dengan alasan kesetaraan."Masih banyak masyarakat dunia yang belum divaksin. Rata-rata masyarakat dunia yang divaksin baru 10%. WHO menyarankan agar masyarakat selesai mendapat vaksin dosis 1 dan 2 dulu, baru memikirkan vaksin booster," ujarnya.Sementara itu, Guru Besar FK UI dan Anggota Komite Penasihat Ahli Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi., mengatakan vaksinasi Covid-19 Indonesia berada di posisi enam besar dunia."Kita bersyukur pemerintah bekerja keras bisa mendapatkan vaksin dengan cepat, dan masyarakat juga sadar menjaga prokes serta mau divaksinasi. Sehingga kasus Covid-19 menurun. Yang penting adalah menjaga agar tidak terjadi gelombang ketiga," ujarnya.Menurut Prof Miko, agar bisa hidup berdampingan dengan virus corona, harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga agar jangan sampai kemasukan virus.Meski demikian, Prof Miko menekankan, vaksin bukanlah perlindungan utama. Yang utama adalah virus jangan sampai masuk ke tubuh melalui hidung, mata dan mulut."Caranya patuh prokes, pakai masker dengan benar, jangan longgar, jangan melorot. Harus menutup hidung mulut dan dagu, cuci tangan dan jaga jarak," ujarnya.Dengan memakai masker yang benar, maka masyarakat akan terlindung dari virus varian apapun, khususnya saat berada di fasilitas umum."Riset menunjukkan, hanya melepas masker 10 detik saja bisa terpapar varian Delta," ujar Prof Miko.
Baca Juga :