Sentimen anti Asia di Amerika Serikat meningkat belakangan ini. Kondisi tersebut membuat diaspora Indonesia kian waspada. Bahkan ada yang latihan menembak.
Seorang diaspora Indoensia yang bermukim di New York, Amerika Serikat, Christine Saragih, menceritakan temannya pernah didatangi seseorang yang menyebut pandemi ini gara-gara virus dari Asia.“Saya mendengar cerita dari tempat kerja saya mengenai orang yang kebetulan saya gantikan posisinya. Tahun lalu dia pernah didatangi seseorang yang mengatakan gara-gara Asian virus, kita harus mengalami pandemi ini. Sejak itu dia tidak mau datang bekerja lagi karena takut,” katanya.Christine yang sudah bermukim di New York sejak 2005 mengakui ia semakin merasakan dan melihat sendiri betapa orang-orang keturunan Asia sering diremehkan seperti warga kelas dua.“Iya, sejak dulu. Sekarang ini makin terasa. Contohnya, kita ingin menanyakan sesuatu di supermarket, mereka tidak menjawabnya atau meresponsnya dengan baik,” jelasnya.Di tempat kerjanya orang-orang keturunan Asia kerap tak dipandang sebelah mata bila tidak berbahasa Inggris dengan lancar.Meski menghadapi sentimen anti Asia, Christine tidak mengambil langkah khusus selain bersikap lebih berhati-hati.Ia meyakini masih banyak orang baik yang akan menolongnya. Satu hal yang ia soroti adalah peran media dalam memberitakan kasus semacam ini.Christine berharap media menawarkan solusi bagi masalah ini dan bukannya menggiring opini masyarakat yang memancing emosi mereka.
Berhati-hati di Jalan
Diaspora Indonesia lain, Albert Irwans dan keluarganya sudah tinggal di Philadelphia selama 13 tahun.Menurut Albert, situasi terkait rasisme di sana memburuk. Belum lama dari kejadian penembakan di Atlanta, sudah kabar ada pemukulan warga keturunan Asia di kota itu dan dua orang keturunan Indonesia menjadi korbannya.Kepolisian setempat telah mengeluarkan selebaran berisi peringatan untuk berhati-hati bagi komunitas Asia.Komunitas Indonesia yang juga cukup besar di sana bahkan sudah sering diimbau oleh gereja-gereja atau masjid setempat agar membatasi keluar rumah, katanya.Albert dan istrinya kini sangat berhati-hati kalau berjalan-jalan di kota itu, termasuk menjadi lebih waspada terhadap orang-orang yang mereka temui di jalan.Belajar Menembak
Sementara itu, Carina Subagio yang telah menetap di Atlanta, Georgia sejak 2007 mengaku baru merasakan sentimen anti-Asia sejak pandemi virus corona merebak dalam dua tahun ini.“Gara-gara pas virus corona itu disebut China virus, kan,” katanya.Meski demikian, Carina merasa tidak menjadi target karena rasnya lantaran ia tidak memiliki ciri-ciri fisik bermata sipit seperti orang China. Kalau pun menjadi target, ia menduga mungkin ini karena ia berhijab.Namun perempuan yang sebelumnya tinggal di negara bagian Virginia itu mengaku sudah terbiasa membawa pepper spray (semprotan cabai) untuk berjaga-jaga, terutama sewaktu memarkir mobil yang jauh dari tempat tujuannya.Apa yang dikhawatirkan Carina dan suaminya adalah betapa mudahnya orang membeli senjata api di Amerika. Pasangan Indonesia-Bangladesh ini sendiri telah sejak tahun 2019 berusaha mendapatkan lisensi kepemilikan senjata api.“Kebetulan ada kelompok di masjid yang berlatih menembak dengan pengajar perempuan dan saya ikut berlatih,” jelasnya.Setelah pandemi merebak, latihan bahkan terhenti. Begitu penembakan di Atlanta terjadi, Carina diingatkan suaminya untuk mulai berlatih menembak bersama-sama lagi.Meski demikian, Carina merasa berlatih menembak bukanlah cara terbaik mengatasi masalah sentimen anti Asia. Yang lebih penting baginya adalah bermasyarakat, bergaul baik dengan orang-orang di sekitarnya. VOA IndonesiaBaca Juga :