Banyak perempuan Yazidi diculik dan dijadikan budak seks, setelah suami mereka dibantai oleh ISIS. Demi mengubah nasib, puluhan perempuan Yazidi kini diberdayakan menjadi pasukan elite peshmerga Kurdi. Mereka dilatih untuk membela kampung halaman mereka, Sinjar, di Irak Utara.
Di Irak Utara, sekelompok perempuan Yazidi yang berpakaian militer terlihat sibuk berlatih meningkatkan kemampuan tempur. Mereka merupakan perempuan-perempuan terpilih yang ditugaskan mempertahankan kampung halaman mereka di Sinjar dan melindungi komunitas mereka.
Yazidi adalah kelompok etnoreligius berbahasa Kurdi yang mempraktikkan agama sinkretisme yang menggabungkan Syiah dan Sufi Islam dengan tradisi adat.
[caption id="attachment_448366" align="alignnone" width="400"] (Foto: VOA Indonesia/Reuters)[/caption]
Seperti diberitakan
VOA Indonesia, unit mereka disebut Roj, atau matahari dalam bahasa Kurdi, dan secara resmi tergabung dengan barisan pasukan elite peshmerga Kurdi.
Pasukan Roj sebagian besar terdiri dari perempuan Yazidi yang melarikan diri dari Sinjar ketika kelompok ISIS menyerbu wilayah tersebut pada tahun 2014.
Sawsan Ganous, anggota pasukan Roj, menceritakan alasannya bergabung.
"Kami bergabung dengan pasukan peshmerga Kurdi karena ketidakadilan yang kami hadapi pada 3 Agustus 2014, ketika ISIS menangkap dan menculik perempuan-perempuan kami. Jadi, kami datang ke sini untuk dapat membela diri kami sendiri dan kampung halaman kami, serta melawan semua orang yang ingin menyerang kami," jelasnya.
Unit ini melangsungkan latihan militer dan keamanan di distrik Sheikhan di provinsi Niniwe, tempat pasukan itu bermarkas.
[caption id="attachment_448367" align="alignnone" width="400"] (Foto: VOA Indonesia/Reuters)[/caption]
Pasukan Roj kini memiliki 87 pejuang yang dipersenjatai, diperlengkapi, dan dilatih oleh para perwira peshmerga Kurdi.
"Tuntutan kami adalah memberlakukan kesepakatan antara pemerintah federal Irak dan pemerintah daerah Kurdi, sehingga kami dapat bergerak dan melaksanakan tugas kami di Sinjar. Sinjar dan warga tak berdosanya yang terbunuh, telantar dan tertangkap oleh ISIS, bersama dengan mereka yang rumah, desa, dan kotanya dihancurkan oleh ISIS menuntut setiap hari agar peshmerga membantu mereka,” jelas Kapten Xate Sinjari, komandan unit tersebut.
[caption id="attachment_448371" align="alignnone" width="400"] Heza, pejuang Yazidi dari Unit Perempuan Shengal (YPS), mempersiapkan senapannya di rumah yang ditinggalkan yang digunakan sebagai markas YPS di Al-Meshleb, pinggiran timur Raqa, 18 Juli 2017. (Foto: VOA Indonesia/AFP)[/caption]
Pada Oktober 2020, Baghdad dan Irbil mencapai kesepakatan tentang pemerintahan dan keamanan di distrik Sinjar.
Perjanjian tersebut menyerukan penarikan kelompok-kelompok bersenjata yang menguasai distrik tersebut setelah direbut kembali dari ISIS pada tahun 2015.
Pasukan Mobilisasi Rakyat, atau PMF, dan Partai Pekerja Kurdistan, PKK, termasuk di antara kelompok-kelompok bersenjata yang seharusnya ditarik dari Sinjar, meskipun tidak jelas apakah keduanya menyetujui kesepakatan tersebut.
Perjanjian tersebut ditujukan untuk membuka jalan bagi kembalinya lebih dari 360.000 orang Yazidi yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsian sejak melarikan diri dari wilayah mereka pada tahun 2014 ketika ISIS menyerbu Sinjar.
Kelompok militan itu telah menghancurkan desa-desa dan situs-situs keagamaan, menembak mati para warga lelaki sebelum menculik ribuan perempuan dan anak-anak, untuk kemudian memperdagangkan mereka dalam perbudakan zaman modern.
VOA Indonesia
Baca Juga :