Inilah 4 Tempat Saksi Bisu Peristiwa Pembantaian Besar-besaran di Tanah Air

Inilah 4 Tempat Saksi Bisu Peristiwa Pembantaian Besar-besaran di Tanah Air (Foto Kolase)
Inilah 4 Tempat Saksi Bisu Peristiwa Pembantaian Besar-besaran di Tanah Air (Foto Kolase) (Foto : )
Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, pernah terjadi peristiwa pembantaian besar-besaran yang cukup sadis dan tercatat dalam sejarah kelam.
Menilik sejarah puluhun tahun silam, pembantaian sadis pernah terjadi dan hampir menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Berikut 4 tempat yang menjadi saksi bisu persitiwa pembantaian dengan pertumpahan darah di Indonesia yang dirangkum dari berbagai sumber. 1. Makam Juang Mandor.
Makam Juang Mandor merupakan salah satu tempat bersejarah di Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak. Tempat ini saksi bisu sejarah terjadinya pembunuhan besar-besaran secara keji dan kejam oleh Tentara Jepang terhadap tokoh-tokoh masyarakat. Termasuk pemuka-pemuka masyarakat, kaum cendikiawan dan para pejuang. Peristiwanya terjadi pada tanggal 28 Rokutgatsu 2604 atau bertepatan pada tanggal 28 Juni 1944. [caption id="attachment_446730" align="aligncenter" width="900"]Makam Juang Mandor (Foto majalahmataborneonews.com) Makam Juang Mandor (Foto majalahmataborneonews.com)[/caption] Berdasarkan surat kabar Jepang yang terbit di Pontianak “Borneo Shinbun” yang terbitan Sabtu, 1 Sigatsu 2604 atau 1 Juli 1944. Disebutkan sebanyak 21.037 jiwa korban pembunuhan massal. Mereka dikuburkan di 10 buah makam di Mandor. Sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kepada pejuang yang telah gugur pada peristiwa tersebut. Maka dibangunlah Monumen Makam Juang Mandor yang peresmiannya ditetapkan pada tanggal 28 Juni 1977. Pemilihan tanggal itu karena bertepatan dengan tanggal terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut. 2. Gerbong Bondowoso. Monumen ini terdiri dari sebuah gerbong kereta api dan beberapa patung manusia yang tengah melakukan pemberontakan dan perlawanan. Beberapa di antaranya terlihat memegang senjata. Monumen itu dibuat untuk memperingati peristiwa Pada tahun 1947. Saat itu Belanda masih berusaha untuk menguasai Indonesia bahkan ketika negara ini telah memproklamasikan kemerdekaannya. Penangkapan terhadap TRI (Tentara Republik Indonesia), laskar, dan gerakan bawah tanah dilakukan secara besar-besaran, termasuk di Bondowoso. Usai pejuang ditangkapi, Belanda kemudian berniat untuk memindahkan 100 orang tawanan di Bondowoso ke penjara Bubutan, Surabaya pada 23 November 1947. Kejamnya, dalam proses pemindahan para pejuang dimasukan ke dalam 3 gerbong barang. Gerbong pertama (GR10152) menampung 38 orang, gerbong kedua (GR 4416) menampung 29 orang. Dan gerbong ketiga (GR5796) menampung 33 orang. Saat dalam Gerbong yang sangat sempit, para pejuang tersiksa lantaran tidak mendapat makan, minum dan udara yang baik selama 16 jam. Sesampainya di stasiun wonokromo, 40 orang meninggal, dan sisianya sakit keras, dan lemas. [caption id="attachment_446731" align="aligncenter" width="900"]Gerbong Bondowoso (Foto beritabaik.id) Gerbong Bondowoso (Foto beritabaik.id)[/caption] Untuk mengenang peristiwa itulah Monumen Gerbong maut dibuat replikanya di Bondowoso. Adapun gerbong aslinya kini disimpan di Museum Brawijaya, Malang. 3. Monumen Korban 40.000 Jiwa. Tahun 1946-1947 merupakan lembaran kelam bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Konon 40.000 orang dibantai dalam sebuah operasi penumpasan pemberontak oleh pasukan khusus Belanda yang dipimpin oleh raymond Pierre Paul Westerling. Pada awalnya para pemberontak melakukan perlawanan namun tertangkap. Para pemberontak ini ditahan dan dipekerjakan untuk membuat sebuah lubang besar. Seusai membuat lubang mereka disuruh untuk mengitari lubang itu, lalu mereka ditembaki. Semakin membabi buta Belanda juga menembaki masyarakat sekitar dengan memasuki rumah-rumah, kurang lebih 40.000 jiwa melayang di dalamnya. [caption id="attachment_446732" align="aligncenter" width="900"]Monumen Korban 40.000 Jiwa (Foto infosulsel.com) Monumen Korban 40.000 Jiwa (Foto infosulsel.com)[/caption] Untuk mengenang persitiwa itu sebuah monumen didirikan lantaran rasa prihatin yang diberikan masyarakat Makassar. 4. Monumen Lubang Buaya Mengenang Peristiwa G30SPKI. Peristiwa G30S/PKI merupakan sejarah kelam yang dimiliki bangsa Indonesia dan sukar untuk dilupakan. Bagaimana tidak, dalam waktu kurang dari sehari, yakni pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia kehilangan para putra terbaiknya. G30S/PKI yang menurut narasi adalah pembantaian yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini merenggut nyawa tujuh perwira militer Indonesia dan seorang gadis kecil putri Jenderal Abdul Haris Nasution. Salah satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah cara para pemberontak menghilangkan nyawa para jenderal, yakni dengan disiksa terlebih dahulu kemudian dibuang ke sebuah sumur di Lubang Buaya. [caption id="attachment_446733" align="aligncenter" width="900"]Lubang Buaya Mengenang Peristiwa G30SPKI. Lubang Buaya Mengenang Peristiwa G30SPKI.[/caption] Kini, tempat tersebut telah disulap menjadi museum dan menjadi tujuan wisata edukasi untuk mengenang para pahlawan revolusi.