"Beberapa hari lalu presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah, tentu banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi. Seperti yang disampaikan Pak Kwik (Kian Gie), dan sebagainya," kata JK dalam acara peluncuran Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi PKS DPR RI pada 13 Februari 2021.
Di hari yang sama, mantan Presiden SBY lewa akun Twitter-nya juga mengkritik pemerintah soal kebebasan berpendapat di negeri ini.
"Obat itu rasanya "pahit". Namun bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obatnya tepat & dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat. Gula itu rasanya manis, tetapi kalau dikonsumsi secara berlebihan bisa mendatangkan penyakit," cuit SBY.
"Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa "sakit". Namun, kalau kritiknya benar & bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan. Sementara, pujian & sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan & hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan," tulisnya lagi.
Merespon hal tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, semangat awal Undang-undang Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia bersih, sehat beretika dan produktif.
Namun jika implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi.
"Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi.
Ia juga meminta Polri lebih selektif dalam menerima laporan warga yang menggunakan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.
"Saya memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati," cuit Jokowi di akun Twitter-nya, Selasa (16/2/2021).