Pandemi Corona atau Covid-19 berdampak kuat pada perekonomian khususnya bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Padahal, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional, yang berkontribusi 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan menyerap angkatan kerja sebanyak 120 juta.Hal itu disampaikan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi dalam sebuah webinar Penguatan Sektor UMKM dalam Upaya Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Jumat (22/1/2021)."UMKM Indonesia harus mempelajari syarat ekspor-impor, aturan standar, serta tren dan karakteristik produk yang berpotensi di Jepang. Pelaku UMKM harus berinovasi dan merespon perubahan perilaku konsumen yang telah beralih dari pasar konvensional ke pasar digital." terang Heri Akhmadi.Hal lain menurut Heri Akhmadi adalah pelaku UMKM agar memanfaatkan peluang dari perjanjian perdagangan dan investasi kedua negara yang akan semakin terbuka.Dalam hal ini adalah Indonesian Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA yang sudah dalam tahap finalisasi menjadi IJEPA jilid dua."Dalam perjanjian IJEPA, lebih dari 80% yang masuk dalam pos tarif Jepang menikmati tarif 0%, contohnya produk kayu, ikan olahan, alas kaki, tekstil, perhiasan, furnitur dan lain-lain. Pemerintah Indonesia juga telah mendirikan Free Trade Agreement Center di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makassar. FTA Center tersebut bertujuan membantu UMKM untuk memperoleh informasi, jasa konsultasi dan advokasi," tambah Heri Akhmadi.Sementara itu Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, akibat pandemi, saat ini UMKM sangat terdampak baik dari sisi supply maupun demand.Hal ini utamanya disebabkan adanya pembatasan interaksi fisik yang menyebabkan perubahan perilaku dan pola konsumsi konsumen.Namun demikian lanjut Teten Masduki, Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat ada tambahan 2 juta UMKM terhubung ke dalam ekosistem digital. Saat ini sudah 16% atau 10,25 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital."Hal ini menunjukkan tren ekonomi digital selama pandemi tumbuh positif. Ini merupakan peluang baru di masa pandemi Covid-19, di mana porsi ekonomi digital Indonesia adalah terbesar di Asia Tenggara," tambahnya.Wakil Duta Besar RI untuk Jepang Tri Purnajaya dalam paparannya mengatakan, pelaku UMKM Indonesia harus mulai berpikir untuk pasar global."Mindset UMKM Indonesia masih dengan pasar dalam negeri. Banyak peluang di Jepang. Mulai dr makanan halal, furnitur hingga produk pertanian. Perlu diperhatikan standar ekspor impor Jepang dan kualitas kontrol" kata Tri Purnajaya.Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koperasi & UKM, M.Riza Damanik menjelaskan, Kementerian Koperasi dan UKM optimis kontribusi ekspor UMKM akan meningkat menjadi 15,12 persen pada tahun 2021. Bahkan target tersebut menurutnya akan ditingkatkan pada 2024 menjadi 21,60 persen."Saat ini ekspor UMKM hanya berkisar 14,37 persen. Tapi kita optimis akan ada peningkatan signifikan hingga 2024," kata Riza Damanik.Lebih lanjut Riza Damanik menambahkan, ada 6 indikator strategis untuk mewujudkan koperasi modern dan UMKM naik kelas serta sebagai tulang punggung perekonomian nasional."Indikator itu adalah peningkatan kontribusi PDB UMKM, PDB koperasi, ekspor UMKM, pertumbuhan startup koperasi, koperasi modern dan UMKM naik kelas. Kita dorong UMKM naik kelas, koperasi modern, sekaligus kewirausahaan semakin meningkat," tegas Riza Damanik.Pada tahun 2021 lanjut Riza, ditargetkan PDB UMKM menjadi 62,36, PDB koperasi 7,54 persen, kontribusi ekspor UMKM 15,12% persen, pertumbuhan startup berbasis inovasi dan teknologi 900 unit, 150 unit koperasi modern dan 0,55 persen UKM naik kelas.Eman Adhi Patra, Ketua PPI Jepang Komisariat University of Tokyo menyampaikan bahwa, menurut Laporan ADB tahun 2017, 74% penolakan secara global oleh Perbankan kepada UMKM disebabkan oleh pembiayaan perdagangan ekspor. Untuk itu ADB menyarankan agar memperbaiki mekanisme penilaian risiko UMKM dengan menggunakan skema Supply Chain Finance (SCF) sebagai pendekatan baru."Pemerintah lakukan pengembangan Fintech (Financial Technology) untuk kemudahan UMKM. Kami mendorong semakin banyak perusahaan Fintech yang memberikan pengurangan biaya operasional melalui penerapan suku bunga yang lebih rendah; penyediaan transfer dan tanda tangan digital gratis; pemberian diskon tagihan bulanan; penerapan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0%; dan penyediaan layanan konsultasi keuangan gratis bagi UMKM," ujar Eman Adhi Patra yang merupakan mahasiswa Program Studi S2 Public Policy.Teguh Wahyudi, Presiden Direktur Sariraya Co.Ltd, distributor produk halal terbesar di Jepang mengatakan, selama 2020 lalu, Sariraya mengembangkan bisnis ritel produk-produk halal di tahun."Pada Oktober 2020, Sariraya telah membuka Sariraya Halal Mart di Nagoya yang diwaralabakan kepada mitra bisnis dengan nilai investasi senilai Rp 1-2 miliar per gerai. Sariraya Halal Mart adalah gerai beragam makanan dan minuman, sayur-sayuran, dan makanan ringan halal," ujar Teguh Wahyudi.Pengusaha kelahiran Malang, Jawa Timur ini menyodorkan kemitraan kepada seluruh investor individual dan institusi yang ingin membeli franchisee (pemegang hak waralaba) Sariraya Halal Mart itu.“Semua WNI di Jepang ditawarkan untuk menjadi mitra kami, mahasiswa atau profesional yang bekerja di Jepang. Kami juga menawarkan waralaba ini kepada investor di Indonesia dan Jepang,” tutur alumnus dari Fakultas Pertanian Sosial Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang ini.
Baca Juga :