Tanggal 25 Januari 2021 mendatang, gugatan Uni Eropa terhadap kebijakan Indonesia melarang ekspor bahan mentah berupa nikel, akan mulai dibahas. Rencananya pembahasan dilakukan di Organisasi Perdagangan Duni (WTO).
Uni Eropa menggugat, karena menilai kebijakan pemerintah Indonesia ilegal dan tidak dapat menggangu industri baja di Uni Eropa.Kebijakan yang digugat tersebut, menyangkut larangan ekspor bijih nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri.Selama ini, permintaan nikel Indonesia oleh Uni Eropa cukup tinggi, untuk dijadikan bahan campuran pembuatan produk stainless steel. Serta sebagai campuran untuk pengecoran.Eropa sangat berkepentingan dengan untuk menjaga kebutuhan bahan baku nikel bagi industri stainless steelnya. Karena industri itu mempekerjakan 20. 000 tenaga kerja langsung, dan 300.000 tenaga kerja tidak langsung.Namun, menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Ekspor nikel Indonesia ke Uni Eropa tidak banyak."Setelah kami pelajari, ekspor nikel kita ke Uni Eropa jumlahnya juga sangat kecil," ujar Mendag Muhammad Lutfi.Lebih lanjut Mendag mengatakan, sampai tahun 2019, Indonesia menguasaj 20 persen ekspor nikel di dunia.Karenanya Mendag menilai gugatan Uni Eropa ini tidak akan terlalu mengganggu kinerja ekspor nikel Indonesia ke depannya.Menurut Data Kementerian ESDM produksi nikel Indonesia mencapai 698 juta ton per tahun. Sedangkan cadangan nikel Indonesia mencapai 2.8 miliar ton.Mendag menyesali langkah Uni Eropa, karena sebelumnya telah dilakukan proses proses konsultasi. Untuk menjelaskan mengapa pemerintah melarang ekspor bijih nikel.Meski demikian, Mendag menegaskan Indonesia siap menghadapi gugatan Uni Eropa di WTO."Indonesia berkeyakinan forum penyelesaian sengketa di WTO merupakan tempat yang tepat untuk menguji (exercising) kebijakan anggotanya. Apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip WTO," tukas Mendag, seperti dikutip dari rri.co.id.Pemerintah Indonesia menetapkan larang ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 11/2019. Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.Indonesia lebih memilih melakukan program hilirisasi, memproses bahan mentah menjadi komoditas yang bernilai. Karena secara ekonomi akan lebih menguntungkan Indonesia.Sebagai contoh, bijih nikel yang diolah menjadi feronikel nilainya bisa naik hingga 10 kali lipat. Dan jika feronikel diolah lagi menjadi stainless steel, harganya masih bisa naik hingga 19 kali lipat.
Baca Juga :