Turunkan Ketergantungan Bahan Baku, Indonesia Sudah Masuki Hilirisasi Nikel

Screen Shot 2020-11-27 at 16.50.01
Screen Shot 2020-11-27 at 16.50.01 (Foto : )
Untuk menurunkan ketergantungan terhadap bahan baku nikel sebagai industri hulu, Indonesia sudah menjalani program hilirisasi nikel, dan membuahkan hasil.
Nikel adalah logam sangat berguna yang dimanfaatkan di mana-mana. Nikel keras namun bisa dibentuk, tahan karat, dan sifat mekanis serta fisiknya tetap bertahan biarpun terpapar suhu ekstrem. Logam ini bermutu tinggi karena berguna untuk pelapisan dan baterai. Seperti diansir laman Vale Indonesia, nikel juga berfungsi memberi lapisan metalik cemerlang, Bahkan di saat sekarang, hampir tak ada orang yang tak bisa lepas dari nikel. Ini karena logam ini dipakai sebagai salah satu bahan utama pembuat baterai lithium isi ulang pada gadget. Nikel juga sangat berharga di masa depan seiring pesatnya tren kendaraan listrik di dunia. Dalam industri baja, logam ini berperan sangat penting. Nikel memiliki sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Data
US Geological Survey menyebutkan, dari 80 juta metrik ton cadangan nikel dunia, hampir 4 juta metrik ton tersimpan di Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 dunia dengan deposit nikel terbesar di dunia. Terkait perkembangan industri yang menghasilkan bahan baku (industri hulu) khususnya nikel, Indonesia juga telah menjalankan program hilirisasi yang mengolah bahan menjadi barang jadi (industri hilir). “Indonesia juga telah menjalankan program hilirisasi yang berfokus pada nikel, hal ini telah membuahkan hasil dengan ekspor besi dan baja yang terus meningkat, ekspor besi dan baja tahun ini mencapai 10 M dollar, sedangkan kendaraan bermotor dan roda empat mencapai 8 M dollar” demikian pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan dalam webinar PPI Tiongkok, PPIT Berkabar Edisi Spesial, bertema “Potensi SDA Nikel Indonesia” Jumat (27/11/2020) Luhut menambahkan merujuk pada investasi, Indonesia saat ini sedang fokus di beberapa sektor, diantaranya sektor kesehatan, dengan tujuan meningkatkan otonomi kesehatan dan hilirisasi SDA, dengan tujuan untuk meningkatkan kompleksitas ekspor Indonesia serta menurunkan ketergantungan ke harga-harga bahan mentah. Pengembangan baterai lithium, untuk memanfaatkan mineral yang kaya akan nikel dan kobalt, dua komponen utama baterai EV, Infrastruktur, untuk meningkatkan konektivitas maritim, Menurunkan emisi karbon, agar energi baru terbarukan, transport berbasis listrik, proyek-proyek RED++, dan lain-lain. Berbicara soal perkembangan yang berkaitan dengan nikel, Indonesia memiliki dua cara untuk mengembangkan komponen baterai, yaitu melalui Limonite dan Saporite yang sedang dikerjakan oleh tim dan investor dari China. Pipeline proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) juga sudah berkembang, dan diproses oleh PT Vale Indonesia, PT Huayue, PT QMB, dan PT Halmahera Persada Lygend. Untuk ketersediaan SDM juga sudah memadai dan cukup untuk terlibat dalam mega proyek besar. Kerjasama dengan Institusi pendukung seperti Politeknik Industri Logam di Morowali juga sudah berjalan dengan baik. “Indonesia sedang menjalankan hilirisasi industri, seperti dari nikel, bauksit, tembaga, alumunium, dan zink. Hal ini akan sangat menggugah Indonesia untuk membuat roadmate hilirisasi industri, khususnya industri metal, jadi nantinya indonesia bisa memproduksi material lithium baterai, mobil, motor , dan baterai lithium itu sendiri,” jelas staf Jona dalam penambahanan singkatnya, yang diamini oleh Luhut.