KROSCEK: Jalan Tol Trans Papua, Membelah Laut dan Bukit

FI
FI (Foto : )
ring road
yang menghubungkan Hamadi dan Skyline Jayapura kini menjadi ramai karena banyak warga menjadikannya lokasi foto atau wisata, dan beberapa aktivitas lainnya. Padahal sedianya jalur tersebut adalah jalur bebas hambatan atau kemacetan. Apakah menjadikan Ring Road Jayapura sebagai lokasi foto merupakan euforia pembangunan atau dampak dari kesalahan pemahaman atau salah kaprah tentang trend wisata jalan-jalan atau traveling?Bahwa pemahaman tentang traveling bisa di mana saja kerap mengabaikan keselamatan atau “tabrak tembok”.Salah satu pemandangan tidak biasa tersebut disaksikan
Jubi di jalan lingkar yang terbentang sepanjang 2,7 kilometer dari pantai Hamadi ke arah wihara Skyline.Sejak diresmikan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, Kamis, 1 Agustus 2019, jalur lingkar tersebut dibanjiri masyarakat Kota dan Kabupaten Jayapura, untuk sekadar menikmati panorama Teluk Youtefa dan perkampungan di sekitarnya, yaitu Kampung Enggros dan Tobati.Anak-anak, remaja, hingga orang tua pun memenuhi bahu jalan, baik di sisi kiri maupun sisi kanan.Parkiran mobil, motor, dan pejalan kaki di sisi jalur pun tak terelakkan. Semua “talingkar” di kawasan ring road. Padahal sudah jelas dipasang rambu lalulintas seperti tanda S atau dilarang berhenti.Aktivitas yang dilakukan tak lain adalah swafoto, bercengkrama dengan sesamanya, bahkan ada yang memanfaatkan jalur lingkar tersebut sebagai lokasi memancing.Kawasan ini sudah penuh sejak sore hingga malam hari. Bahkan segelintir anak muda menjadikannya arena ugal-ugalan saat malam.Konsep awal jalur lingkar pertama kali dicetuskan oleh Sir Patrick Abercrombie, seorang planner (perencanaa) asal Inggris. Jalur lingkar adalah salah satu hasil pemikirannya sebagai solusi dari permasalahan kemacetan, depresi perumahan, tidak adanya zonasi, dan kurangnya ruang terbuka hijau di London.Begitu juga di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, salah satu sebab lahirnya jalur lingkar adalah kepadatan kendaraan. Dengan adanya jalur lingkar kepadatan kendaraan di pusat Kota Jayapura bisa dikurangi, terutama akibat perilaku pengendara.Kemacetan di kawasan Skyline, Jalan Raya Jayapura-Sentani, tak terelakkan karena hanya satu jalur dan tidak ada pilihan. Sebelum adanya jalur lingkar para pelintas antarkota (Jayapura dan Abepura) harus melewati Entrop.Hal ini tentu menyebabkan bertambah padatnya kendaraan di wilayah tersebut, apalagi di wilayah Entrop terdapat pusat bisnis dan sekolah-sekolah.Namun, kehadiran jalur lingkar menjadikan para pelintas tadi tidak perlu melewati wilayah Entrop, tapi pinggiran kota seperti Hamadi-Skyline.Kenyataannya aktivitas masyarakat di sepanjang jalur lingkar hal bukannya mengurai kemacetan. Aktivitas warga yang “talingkar” tersebut malah berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalulintas.“Saya bisa katakan ini adalah perilaku primitif. Perilaku primitif adalah sifat sosial yang timbul akibat tidak ada adaptasi yang dilakukan oleh sifat sebelumnya,” kata John Wanane, warga kota Jayapura.“Saya contohkan, ada instrumen soal rambu lalulintas yang sudah jelas-jelas terpampang di sepanjang jalan tersebut. Namun instrumen tersebut tidak diindahkan. Makanya saya katakan itu adalah sifat primitif yang dengan sengaja dibiarkan,” kata Wanane lagiDia melanjutkan, sejak jalur lingkar beroperasi sama sekali tidak membuat masyarakat berhenti memarkir kendaraan di sisi kiri-kanan jalan. Belasan kendaraan terparkir di bahu jalan sisi utara maupun selatan.Padahal, jalan masuk dan keluar jalur lingkar dibuka dan banyak kendaraan lalu lalang. Kendaraan dan penjalan kaki juga tampak tenang, dan seolah tidak mengkhawatirkan bakal menjadi penyebab kecelakaan.“Sejak dibuka sudah begini, tapi saya lihat belum ada tindakan nyata dari pemerintah kota maupun aparat kepolisian untuk menertibkan hal ini. Mungkin tunggu ada kecelakaan dulu baru ditertibkan kah?” katanya.“Saya sendiri tidak tahu. Bahkan, kalau malam hari banyak yang duduk membentuk lingkaran untuk mabuk di situ,” ujarnya sembari mengatakan dengan adanya kendaraan yang terparkir, maka penyempitan lajur pun tak terelakkan.Jalur lingkar bersumber dari dana APBN dan APBD Provinsi Papua sebesar Rp1,018 trilun yang dibangun secara bertahap. Tahap pertama pengerjaan dari Pantai Hamadi ke arah Wihara Skyline sepanjang 2,7 km dikerjakan oleh PUPR Papua, dengan anggaran sebesar Rp783.916.885.000,- dan dari arah wihara ke Pantai Hamadi dikerjakan menggunakan biaya APBD sepanjang 0,57 km dengan anggaran Rp 234.986.120.000.Pembangunan ini dimulai sejak 2010, tapi terkendala pembebasan lahan sehingga pembanguan baru selesai pada 2019.Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru, mengatakan orang-orang yang tidak berkepentingan jangan berada di jalur lingkar. Keberadaan ring road tersebut bukan untuk rekreasi dan tempat bersantai.“Ring Road ini hampir sama dengan jalan tol, kendaraan yang melintas semua dengan kecepatan tinggi. Ini kita menghindari hal hal yang tidak diinginkan. Jadi jangan lagi ada mobil yang parkir di pinggir,” kata Rustan Saru.(Link artikel: https://jubi.co.id/talingkar-di-jalur-lingkar-jayapura/ )Jadi dari kroscek dan penjelasan, dapat disimpulkan klaim akun Pemimpin Indonesia bahwa video adalah tol trans papua adalah tidak benar, video merupakan jalan lingkar (ring road) sepanjang 2,7 kilometer yang dibuat sebagai solusi dari permasalahan kepadatan kendaraan di pusat Kota Jayapura.Informasi masuk kategori false context