Muncul di media sosial unggahan yang menyebut polisi membuat database mahasiswa pedemo yang tertangkap dan bisa diakses oleh perusahaan saat mencari kerja.
Beredar di media jejaring sosial Facebook, unggahan pesan yang dibagikan oleh akun atas nama Alin Husein, pada 19 Oktober 2020.
Pesan tersebut berisi peringatan terhadap mahasiswa yang terlibat aksi demo tolak UU Ciptaker yang belakangan menjadi sorotan.
Berikut isi pesan yang dimaksud: (dalam tangkapan layar)
Dalam unggahan yang dibagikan pemilik akun menyantumkan status, sebagai berikut:
"Akibat kebodohan sementara,,,,menderita seumur hidup,,,,emas ditangan jadi sampah ,,,ijazah jd pembungkus terasi....Tamat kuliah jd pembersih toilet,,,,Bijaklah dlm bertindak ..."
[caption id="attachment_389402" align="alignnone" width="1359"] Postingan akun Alin Husein (Screenshot Facebook)[/caption]
Hingga artikel dibuat, postingan ini telah mendapat respon dari publik dengan 34 reaksi, 18 komentar dan telah dibagikan sebanyak 118 kali oleh pengguna Facebook lain.
Kemudian benarkah unggahan pesan yang dibagikan yang menyebut polisi membuat database mahasiswa pedemo yang tertangkap dan bisa diakses oleh perusahaan saat mencari kerja?
Berikut krosceknya.
Penelusuran Kroscek ANTVklik, lewat mesin pencarian Google, tidak ditemukan informasi terkait mahasiswa yang tertangkap demo UU Ciptaker akan masuk database polisi sehingga kesulitan saat melamar kerja karena perusahaan dapat mengakses database tersebut.
Namun dalam hasil pencarian teratas, diperoleh informasi, isu yang diarahkan adalah kepada pelajar bukan mahasiswa terkait demo UU Ciptaker.
Hal itu terangkum dalam artikel situs megapolitan.kompas.com, yang berjudul “Pelajar yang Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja Dicatat dalam SKCK hingga Terancam Sulit Dapat kerja”, (14/10/2020)
Dalam cuplikan artikel dijelaskan, pelajar yang hendak melakukan aksi di wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang dipastikan bahwa identitasnya akan tercatat dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian ( SKCK) dari kepolisian.
Hal tersebut ditegaskan oleh Kapolresta Tangerang Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi. "Kami catat di catatan kepolisian. Karena nanti apabila tercatat itu akan terbawa terus. Kalau untuk melamar pekerjaan, meneruskan sekolah, ada catatan khusus yang akan kami sampaikan," kata dia, Selasa (13/10/2020).
Ade mengatakan, catatan tersebut dituangkan saat para pelajar yang terdata mengikuti aksi tolak omnibus law akan mengajukan SKCK.
Hal senada juga dikatakan Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Hariyanto. Para pelajar yang diamankan karena akan melakukan aksi menolak UU Cipta Kerja ke Jakarta akan direkam dan menjadi catatan kepolisian.
"Mereka yang sudah diamankan akan ter-record di intel dan ini menjadi catatan tersendiri ketika mereka mau mencari pekerjaan," kata Sugeng.
Itulah sebabnya, Sugeng meminta agar orangtua memperhatikan anaknya yang masih berstatus pelajar agar tidak melakukan aksi demonstrasi di Jakarta.
"Ini tolong menjadi perhatian orangtua untuk memperhatikan hal ini. Ini akan menyulitkan adik-adik (pelajar) nanti ketika mau lulus juga," ujar dia.
(https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/14/08101961/pelajar-yang-ikut-demo-tolak-uu-cipta-kerja-)
Namun penelusuran lain, ditemukan fakta menarik bahwa pernyataan dari Polresta Tangerang ini mendapat bantahan dari Polda Metro Jaya.
Bantahan terangkum dalam situs medcom.id, dalam artikel berjudul “Polda Metro Pastikan Ikut Demo Tak Akan Tercatat di SKCK”, (15/10/2020)
Dijelaskan dalam artikel, Polda Metro Jaya memastikan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) para pelajar yang ikut berdemo menolak omnibus law tak akan dinodai. Mereka tak akan dipersulit untuk mendapatkan dokumen yang bisanya diperlukan untuk melamar pekerjaan itu.
"Dia yang memang divonis, mereka yang melakukan pembunuhan, nanti akan tercatat di SKCK itu, tapi ini kan (ikut demo) belum (terkena kasus)," ujar Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Yusri Yunus di Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020.
Menurut dia, Polda tidak mencatatkan identitas pelajar yang terlibat unjuk rasa untuk mencantumkan aksinya ke dalam SKCK. Pelajar tersebut hanya didata agar tidak mengulangi tindakan serupa.
"Sekarang semua pelajar yang kita amankan ini kan kita buat pernyataan. Pernyataan dengan perjanjian tidak mengulangi lagi," jelas dia.
Yusri menegaskan penerbitan SKCK tidak berhubungan dengan unjuk rasa yang diperbolehkan dalam perundang-undangan. Namun, kondisi bakal berbeda bila pelajar itu terlibat pelanggaran hukum.
Ia justru meminta pelajar yang terlibat dalam unjuk rasaUndang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tidak dikaitkan dengan catatan kejahatan di dalam SKCK. Rencana memasukkan demo ke dalam SKCK bagi pelajar justru suatu hal yang keliru.
"Kecuali sudah dipidana seperti resedivis itu baru," jelas dia.
(https://www.medcom.id/nasional/hukum/aNrXeYPk-polda-metro-pastikan-ikut-demo-tak-akan-tercatat-di-skck)
Dari kroscek dan penjelasan dapat disimpukan, klaim pesan yang diunggah iakun Facebook Alin Husein, menyebut polisi membuat database mahasiswa pedemo yang tertangkap dan bisa diakses oleh perusahaan saat mencari kerja adalah tidak benar alias hoaks.
Mengacu jenis hoaks dari First Draft, informasi ini masuk kategori fabricatedcontent atau konten palsu.
Fabricated content terbilang menjadi jenis konten palsu yang paling berbahaya. Konten ini dibentuk dengan kandungan 100% tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara fakta.
Baca Juga :