Undang-undang Cipta Kerja Masih Perlu Dilakukan Langkah Perbaikan

Zoom
Zoom (Foto : )
Anggota Badan Legislasi Fraksi PKS DPR RI H. Amin mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja Terkait aturan Analisa Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) masih perlu diperbaiki. Ada beberapa pasal yang tumpang tindih dalam UU Cipta Kerja.
Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan undang-undang omnibus law, yaitu UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) dalam rapat paripurna ,Senin (5/10/2020) lalu. Aturan sapu jagat ini berisi 15 bab dan 186 Pasal, yang terdiri dari 812 halaman yang telah diterima Presiden. Dalam penjelasannya, aturan ini keluar demi penyerapan tenaga kerja di tengah persaingan yang semakin kompetitif. "F-PKS telah menyampaikan untuk mengurangi atau meminimalisir perbedaan-perbedaan dan kesalahpahaman, serta beberapa pasal seperti pasal 26 ayat 5 part 3 dan 4 dihapus.Padahal ini merupakan hal yang kruisal dalam Analisis  Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini sangat membatasi publik," papar Amin dalam diskusi Webiner Series : Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam, “ UU CIPTA KERJA, WHAT NEXT? secara virtual, Jumat (16/10/2020). Amin mengatakan, kejadian tersebut seharusnya tidak boleh terjadi dalam proses pembuatan rancangan undang-undang. Karena ada beberapa sanksi yang juga sangat merugikan masyarakat. Lebih lanjut amin menilai, pengesahan UU Cipta Kerja sangat tergesa-gesa dilakukan dalam pengambilan keputusan tingkat II atau Rapat Paripurna beberapa waktu lalu. Hal senada juga diungkapkan Grita Anindarini, Peniliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dalam mengkritisi kajian lingkungan hidup strategis ada beberapa penghapusan pasal-pasal yang kruisal dan itu harus diperbaiki oleh pemerintah. “Terkait aturan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) ada beberapa sanksi pasal yang dihapus yang mempersempit partisipasi publik,” tegasnya. Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Dr. Agus Surono juga menkgritisi adanya regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit, yang sudah dipangkas. “Berbicara UU Cipta Kerja memang ada pro dan kontra dan adanya beberapa keberatan-keberatan yang masih dipergunjingkan,"tukasnya. Adapun, izin lingkungan saat ini masih diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam aturan itu disebutkan, izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan. Berikut isi Pasal 40 dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 40 (1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan. Namun, Pasal 40 itu dihapus dalam draf omnibus law UU Cipta Kerja. Selain itu, omnibus law UU Cipta Kerja juga mengubah sejumlah definisi, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi amdal tercantum dalam Pasal 1 angka 11. UU Cipta Kerja juga mengubah definisi yang tercantum dalam angka 12 terkait pemantauan, dan angka 35 terkait izin lingkungan hidup.
Berikut perubahannya: Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009:
  1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  2. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  3. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam UU Cipta Kerja:
  1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan untuk digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  2. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
  3. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Baca tentang
"Ini kaitannya terkait dengan masalah proses yang tentunya saya sangat disayangkan sekali," ujarnya. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Dr. Agus Surono menambahkan, bagi kelompok masyarakat yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja bisa mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Masyarakat berhak dan dapat mengajukan judicial review (JR) ke MK baik aspek formil maupun materil atas sebuah Undang-Undang, kapan saja," pungkasnya. Acara diskusi  Webiner Series : Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam, “ UU CIPTA KERJA, WHAT NEXT?, juga diikuti secara virtual oleh Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI Dr. Widodo,S.H., M.Hum, Ketua Umum Asosiasi Program Studi Teknik Geologi Indonesia (ASPRODITEGI), DR. Ir. M. Burhanuddinur, M.sc, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Dr. Agus Surono, dan Peneliti Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Grita Anindarini, LL.M, dengan moderator Erwin D. Nugroho.