Batik Kopi adalah karya seni khas Desa Wisata Gemawang. Desa Gemawang dikenal sebagai labsite pemberdayaan masyarakat dan lokawisata budaya. Juga, dikenal sebagai sentra produksi batik Kabupaten Semarang. Jadi, selain berwisata, kita bisa beli oleh-oleh batik sepulang dari sini.
Tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Sejarahnya, pada tanggal tersebut batik telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh Unesco. Momen itulah yang kemudian membuat pemerintah RI menggalakkan batik dengan segala macam kreatifitas. Termasuk menemukan dan mengembangkan motif-motif baru yang bersumber dari kearifan lokal.
Waktu itu saat ngopi di daerah Bawen, Kabupaten Semarang, tak sengaja saya ketemu seorang pengrajin sedang membatik di pojok kedai. Motif yang ia buat kebanyakan yang ada sangkut pautnya dengan kopi. Ada bunga kopi, biji kopi, daun kopi, serta ranting-ranting. Ini menarik.
[caption id="attachment_382295" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Di sini memang rutin tiap hari buka konter sambil praktek mbatik, kalau sanggarnya ada di Desa Gemawang, Jambu sana," katanya.
Penasaran, saya langsung memacu kuda besi sayake sana. Gemawang ternyata sebuah desa yang dipenuhi kebun kopi. Warga sini sudah lama menjadikan kopi sebagai komoditi lokal.
Lokasinya memang pas benar untuk tanaman kopi, dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Saat masuk kampung jalanan dipenuhi buah kopi yang sedang dijemur.
[caption id="attachment_382293" align="alignnone" width="900"]
Fawzi tunjukkan batik motif kopi. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Adalah Ahmad Kholiq Fawzi Zaenal pria 40 tahun yang kemudian merintis usaha batik di Gemawang. Terinspirasi kopi, ia pun mengembangkan batik dengan kopi sebagai motif utama. Makanya kemudian batiknya dikenal pula sebagai batik kopi.
[caption id="attachment_382296" align="alignnone" width="900"] Batik Kopi. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Saya temui ia sedang melayani mahasiswa KKN Undip yang sedang belajar batik.
"Muter-muter dulu mas, lihat itu ibu-ibu lagi pada mbatik, ini tak ngladeni mbak-mbak mahasiswi sing ayu-ayu," sapanya bercanda.
Pengrajin di sini kombinasi. Ada yang sudah tua, ada yang masih muda. Mereka warga Gemawang yang telah diberi pelatihan membatik. Dan kini sudah mahir menorehkan cairan malam dengan canting.
"Ya, batik dengan cara nyanting atau tulis ini cara yang pertama kali dibuat," kata Fawzi menghampiri.
Iseng saya tanya.
"Dah pulang mas?"
"Siapa?"
"Mahasiswinya tadi?"
"Oh iya, kembali ke posko KKN."
"Waduh," jawab saya.
"Ngopo mas, pengen kenalan po?" ia tertawa.
"Jane mas, halah!"
Sedikit intermezo yang mencairkan komunikasi. Fawzi pun melanjutkan ceritanya.
"Awalnya tahun 2005 itu ada pelatihan batik, saya dan teman-teman di Gemawang ikut, habis itu mulai berlatih dan membuat batik motif dasar pada umumnya. Lalu karena dengan motif umum itu saingannya berat, tahun 2008 kok kepikiran membuat motif batik yang beda dan khas supaya dapat pasar sendiri. Muncullah ide motif alam sekitar, lha di sini kan banyak tanaman kopi, ya kita terinspirasi dari situ, jadilah seperti sekarang," jelas Fawzi.
Dari banyak batik yang sudah jadi di sanggar ini, motif kopi memang dominan. Tapi tidak melulu kopi. Ada juga motif yang terinspirasi dari apa yang ada di kebun kopi itu sendiri.
[caption id="attachment_382297" align="alignnone" width="900"] Batik Kopi motif bunga dan Naga Baruklinthing. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Seperti kupu-kupu dan tawon yang banyak berkeliaran saat kopi berbunga. Juga burung, bunga klengkeng, motif bambu, serta daun pohon lamtoro yang jadi pelindung tanaman kopi. Selain itu identitas budaya Kabupaten Semarang juga masuk.
[caption id="attachment_382298" align="alignnone" width="900"] Batik Kopi motif daun dan sepasang burung. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Pasar kita dominan di Kabupaten Semarang, makanya selain kopi ada motif sejarah dan budaya sini, seperti Candi Gedong Songo, atau legenda ular Baruklinthing," lanjutnya.
Proses pembuatan batik di sanggar batik Gemawang semua dikerjakan sendiri. Dari melukis motif dengan pensil, penorehan cairan malam, pelorotan, pewarnaan, pengeringan, hingga jadi kain Batik Kopi siap pakai.
"Sekarang batik Gemawang dengan motif alam sudah dikenal di beberapa daerah. Itu karena kita sering diajak ikut pameran baik di Semarang maupun luar kota bahkan luar Jawa. Makanya kadang ada juga yang dari daerah itu bawa motif sendiri dan dibuatkan di sini dengan kombinasi motif alam yang sudah kita buat," tambahnya.
[caption id="attachment_382294" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Obrolan terjeda sebentar karena ibu-ibu pengrajin numpang lewat sambil bawa kain lebar. Kebetulan hari itu panas sedang terik. Jadi ibu-ibu pengrajin Batik Kopi mengeluarkan semua kain yang sudah diwarnai untuk dijemur.
Sebagian kain diberi cairan bahan pengunci untuk menutup warna yang sudah ada. Nanti kain tersebut akan dibatik lagi pada bagian yang kosong yang menghasilkan Batik Kopi kombinasi motif dan warna yang diinginkan.
[caption id="attachment_382291" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Alhamdulillah, dulu awalnya kita cuma orang tiga yang mengawali, sekarang sudah nambah jadi 17 orang. Termasuk ibu-ibu yang lagi njemur itu. Ya paling tidak lewat batik bisa menambah kemakmuran warga sekitar," tuturnya sambil mempersilakan saya nyeruput kopi asli panenan Desa Gemawang.
Harganya? Kalau batik tulis di atas Rp200 ribu per lembar. Kalau batik cap antara Rp100-200 ribu per lembar kain.
Mantap juga.
Teguh Joko Sutrisno | Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
Batik Kopi Inspirasi Kearifan Lokal Gemawang
Jumat, 2 Oktober 2020 - 10:10 WIB