Purwoceng kondang disebut sebagai Viagra Herbal Jawa. Khasiatnya mampu mengembalikan vitalitas pria hingga kembali "galak" di ranjang. Ramuan ini menjadi buruan para penikmat jamu perkasa.
Hampir seharian keliling dataran tinggi Dieng lumayan penat juga. Mumpung masih sore masih sore, kendaraan saya arahkan turun ke Wonosobo. Ada satu ramuan khas atau tepatnya jamu khas Wonosobo yang telah lama bikin penasaran.
Ramuan ini namanya Purwoceng. Pernah dengar? Kalau kalian pemburu jamu kejantanan pria mestinya sudah pernah merasakan kedahsyatan purwoceng.
[caption id="attachment_377297" align="alignnone" width="900"] Tanaman Purwoceng yang populer disebut sebagai Viagra Herbal Jawa. Foto: Balittro Kemenpan[/caption]
Ya, purwoceng itu tanaman yang banyak tumbuh di dataran tinggi Dieng. Entah darimana istilah purwoceng itu berasal. Namanya memang agak nyrempet-nyrempet urusan selangkang pada pria. Kalau
Purwo sih istilah biasa saja, artinya Permulaan, Kuno, Paling Tua. Tapi Ceng-nya itu lho, menyerempet istilah Ngaceng atau ereksi.
Menurut sebuah jurnal ilmiah terbitan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, nama ilmiah purwoceng adalah Pimpinella purwatjan Molkenb. Akar tanaman ini dikenal sebagai tanaman pembangkit gairah seksual (aprodisiak) dan obat alternatif untuk penyakit disfungsi seksual.
Stigmasterol diduga sebagai zat aktif yang memberikan khasiat pada tanaman purwoceng. Selain pada akar, stigmasterol juga terdapat pada daun.
Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah ketinggian. Makanya Kabupaten Wonosobo yang sebagian besar wilayahnya berada di ketinggian lebih 1000 meter di atas permukaan laut cocok untuk tanaman ini. Terutama di Dieng yang berada di atas 2000 meter dari permukaan laut.Dahulu Puwoceng hanyalah tanaman gulma yang dianggap mengganggu tanaman pertanian. Namun setelah khasiat Puwoceng ditemukan, kini banyak petani membudidayakannya.
Proses budidaya Purwaceng tidak mudah karena tanaman ini sulit menghasilkan biji sehingga sulit pula untuk mendapatkan benihnya.
Setelah lebih dulu menyantap Mi Ongklok khas Wonosobo, saya lalu menuju ke sebuah kedai kuliner yang kata kawan saya menyediakan menu wedang puwoceng. Agak jauh sih dari kota, tapi tempatnya asyik karena dekat dengan perkebunan teh, berbatasan dengan Kecamatan Kledung Temanggung. Kedainya berbentuk joglo dan kalau akhir pekan ramai pengunjung. Pisang goreng kepok kuning baru saja datang. Masing kemebul, artinya baru saja matang dan hangat. Lumayan buat pembuka sebelum "si ceng" nya terhidang. Ramuan purwoceng di kedai kuliner biasanya diracik bersama kopi. Jadi istilahnya kopi purwoceng. Demikian juga di sini. Berapa prosentase purwoceng dalam secangkir kopi tidak tahu. Semoga si pembuat sudah punya perhitungan matang. Kalau terlalu sedikit ya gak temonjo (kuat ngaruhnya). Tapi ya jangan sampai kebanyakan juga purwocengnya. Bisa berabe! "Di sini kita seduh purwoceng dengan kopi robusta Temanggung gak kadar keasamannya rendah, jadi aman di lambung. Purwocengnya sudah dikemas dalam sachet yang ukurannya pas, jadi jangan khawatir dosisnya kurang atau kebanyakan," kata Ifan, pegawai Waroeng Joglo Wonosobo. Menyeruput kopi purwoceng di tengah hawa dingin lereng Sindoro memang klop. Kopinya sendiri sudah mantap. Setelah dicampur purwoceng, ada aroma herbal yang agak halusan. Jadi bagi yang kurang suka aroma jamu tidak akan mengganggu kenikmatan. Secangkir kopi purwoceng dan pisang goreng kepok kuning tandas Rp34 ribu semuanya. Rinciannya, Rp20 ribu kopi purwoceng, dan Rp14 ribu untuk empat pisang gorengnya. Cukupan lah. Sebenarnya mau beli paket bungkusan yang bisa diseduh di rumah. Tapi nanti saja. Tunggu seperti apa reaksi kopi purwoceng nanti. Kalau viagra jawa ini ternyata memang "temonjo" ya tinggal pesen dan minta dikirim. Teguh Joko Sutrisno | Wonosobo, Jawa TengahBaca Juga :