Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas dianugerahi lima anak perempuan, yakni GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu dan GKR Bendoro.
Pangeran muda dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini, Sabtu (5/9/2020) naik ke lereng Gunung Merapi. Ada apa? Apakah sudah saatnya mewarisi tahta Keraton Jogja? Belum! Gustilantika Marrel resah! Ya! Resah pada kelestarian alam lereng Gunung Merapi. Jika tidak diperhatikan, lereng Merapi tidak akan punya nilai guna apapun, malah justru akan merugikan masyarakat di masa yang akan datang. Sebagai bangsawan keraton Jogja, Marrel mengemban tugas untuk ikut memikirkan kelangsungan hidup masyarakat yang bermukim di sekitar Merapi, wilayah ampu Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Itulah yang membuatnya naik ke lereng Gunung Merapi. Melihat langsung kondisi lingkungan dan membangun simpul komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat. [caption id="attachment_371320" align="alignnone" width="900"]Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) belum lama ini merilis hasil penelitian yang menyebut Pulau Jawa diperkirakan akan kehilangan air pada tahun 2040. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan 6% potensi air dunia.
Berdasarkan penelitian para ahli LIPI yang dipublikasikan dalam kajian lingkungan hidup strategis dalam rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bappenas tahun 2019 itu, krisis air dan bencana kekeringan mengancam dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi itu dipicu perubahan iklim, pertambahan penduduk hingga alih fungsi lahan.
Selain mengunjungi ATV Watugede, Marrel juga menyempatkan diri bertemu langsung dengan kelompok masyarakat di Kaliurang Timur. Di wilayah ini, Marrel diajak mengunjungi program rintisan pengelolaan pariwisata tanpa mengubah fungsi lahan. [caption id="attachment_371318" align="alignnone" width="900"] Cucu Sri Sultan Hamengku Buwono X RM Gustilantika Marrel Suryokusumo berbincang tentang kelestarian alam lereng Merapi, Sabtu (5/9). Foto: Istimewa[/caption] Agus Kampala, pegiat kultivasi kopi di wilayah Kaliurang Timur dalam kesempatan berdialog menyampaikan, warga di lingkungan tempat tinggalnya memang berkeinginan untuk turut ambil bagian dalam kegiatan wisata. Namun sebagai masyarakat petani dan peternak, Agus menyebut warga tidak ingin lahan mereka berubah menjadi villa, hotel dan bangunan penunjang wisata lain. Jika harus membangun fasilitas akomodasi, warga Kaliurang Timur memilih untuk membuatnya secara semi permanen, dengan bahan yang tidak merusak fungsi kebun mereka. Merespon hal itu, Marrel menyatakan dukungannya kepada konsep kemasan wisata tersebut. Karena selain tidak merusak lingkungan, kemasan wisata itu juga dapat dijadikan contoh bagi masyarakat di daerah lain di Yogyakarta bagaimana cara berdampingan dengan alam dan tetap berpenghasilan. [caption id="attachment_371323" align="alignnone" width="900"] Cucu Sri Sultan Hamengku Buwono X RM Gustilantika Marrel Suryokusumo. Foto: Istimewa[/caption] "Ide, inovasi dan usulan pengelolaan potensi tanpa merusak ini menjadi masukan buat saya. Terimakasih, karena kalau tidak disampaikan langsung begini, keraton sering hanya dapat kabar yang baik-baik saja," ungkap Marrel. [caption id="attachment_371319" align="alignnone" width="900"] Foto: Istimewa[/caption] Menutup pertemuan, Marrel berpesan agar masyarakat baik di Kaliurang Timur maupun Bronggang tetap berupaya menjaga lingkungan lereng Merapi. Karena, selain menopang ketersediaan air yang penting bagi pertanian dan sektor lain di Yogyakarta, Merapi juga memiliki fungsi kultural karena sebagai kota budaya, berbagai ritual keraton kerap digelar di gunung itu.