Serikat Tani Sei Mencirim Bersatu (STSMB) dan Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) mendesak Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menjalankan perintah Presiden Jokowi untuk mengembalikan hak tanah mereka yang telah digusur dan dijadikan HGU dan HGB BUMN tanpa proses jual beli yang sah.
Ketua Dewan Pembina SPSB dan STSMB, Aris menjelaskan, perintah Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada bulan Mei 2019 lalu sangat jelas kepada menteri terkait agar menyelesaikan konflik lahan agar rakyat dapat keadilan dan kepastian hukum.Karena itu, mereka tidak akan kembali ke Sumatera sebelum menteri ATR/Kepala BPN membuat keputusan tertulis mengenai hak tanah warga."Kalau perusahan yang dapat konsensi lahan, swasta maupun BUMN, baik HGU,HGB mempersulit, maka cabut hak konsesinya. Itu perintah presiden kepada para menterinya, salah satunya Pak Sofyan Djalil. Harapan kami kepada Pak Sofyan Djalil, melaksanakan perintah presiden tersebut," ujarnya saat berdialog dengan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia[caption id="attachment_369653" align="aligncenter" width="900"] Aris - Ketua Dewan Pembina SPSB dan STSMB (Foto Istimewa)[/caption]Aris juga mengingatkan menteri Sofyan Djalil mengutamakan kepentingan rakyat. Apalagi, Sofyan Djalil salah satu menteri lulusan UI yang menyandang nama bangsa Indonesia.Universitas Indonesia bermotto probitas, veritas, iustitia ( kebenaran, kejujuran, keadilan). Jadi, Aries berharap Sofyan Djalil tidak menjadi kelompok kepentingan yang menjajah bangsanya sendiri seperti pernah diutarakan Bung Karno."Kami, petani,rakyat kecil tidak ingin alumni UI menjadi bagian dari mereka yang saat ini menjajah para petani khususnya warga Simalingkar dan Sei Mencirim yang sudah berjalan kaki (dari Deli Serdang ke Jakarta) dan sudah bertemu Pak Presiden dan kembali presiden kembali perintahkan untuk diselesaikan maka seyogyanya bisa diselesaikan," tandasnyaSedangkan Ketua STSMB Yudi Wahyudi mengatakan, warga telah menempat tanah tersebut lebih dari 70 tahun. Bahkan, banyak diantaranya sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM).Namun, pada bulan Maret 2020, rumah dan kebun mereka telah rata dengan tanah, digusur dengan alat berat dengan kawalan polisi dan tentara. Selang dua bulan kemudian, petugas BPN datang dan menyatakan akan membatalkan surat kepemilikan warga."Pajak sudah dibayar tiap tahun. (Kegiatan) Ekonomi sudah terbentuk di sana, tanpa pemberitahuan, tiba-tiba digusur. Selang dua bulan lebih kemudian, tanah 400 hektar sudah rata dan ditanam tebu, datang petugas BPN ke desa bilang sertifikat (warga) mau dibatalin," ungkap Wahyudi saat berdialog dengan FKMTI di Jakarta, Rabu (2/9/2020)Wahyudi heran dengan tindakan BPN yang semena-mena akan membatalkan SHM milik warga. Sebab, sertifikat tersebut yang menerbitkan pihak BPN sendiri.Imam Wahyudi mengungkapkan luas area yang berkonflik antara petani yang tergabung dalam SPSB dengan PTPN II adalah seluas ± 854 hektar. Sementara luas area yang berkonflik petani yang STMB dengan PTPN II, seluas ± 850 Ha dan tuntutan petani STMB adalah seluas ± 323,5 hektarMenurut Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusuma, banyak korban perampasan tanah bernasib serupa dengan para petani asal Deli Serdang. Mereka tidak pernah menjual tanah tetapi diatas tanah milik mereka terbit HGU ataun HGB.Agus mencontohkan kejadian tersebut juga banyak terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Diantaranya, menimpa Robert Sudjadmin, Rusli Wahyudi, Nugraha, Ani Sri Cahyani, Samiun."Ini bahaya, bisa terjadi kepada siapa saja. BPN terimdikasi sepertinya dimata para korban perampasan tanah bisa membatalkan shm yang dibeli pak robert dari lelang negara dan tanahnya diberikan kepada Summarecon. Pak Rusli, tanahnya di Serpong diberikan BPN kepada Sinar Mas. BPN bisa terbitkan SHGB untuk perusahaan tanpa proses jual beli yang sah. Di mana keadilan, di mana Pancasila?" ujarnya.Agus menyarankan, agar para penguasa menjalankan peraturan dengan ketentuan yg jelas dan sesuai dasar negara Pancasila dan UUD 45."Jangan rampas hak rakyat, langsung gusur, main hancurkan saja. Terlalu besar resiko hati rakyat terluka baik yg tergusur dan keluarganya juga masyarakat luas lainnya yg melihat dan tahu akibat dari kejadian ini. Bukankah sudah ada cara yg sesuai dengan pancasila. musyawarah mufakat dikedepankan dengan cara kemanusiaan yg adil dan beradab sehingga bisa mempersatukan bangsa dan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bukti bangsa ini mengimplementasikan Ketuhanan yang Maha Esa. Marilah kita amalkan pancasila itu secara nyata" ujarnyaAgus berharap perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan dengan berjalan kaki dari Deli Serdang ke Jakarta dapat membuahkan hasil. " Inii sungguh luar biasa dan mempertaruhkan segalanya.Ingat berjalan dijalan raya sepanjang 1800 km , menginap ditempat yg de ketemunya dan ini dilakukan 170 org , 40 an wanita sisanya laki laki dengan usia terus 80 tahun ditengah tengah pandemi korona.Ini perjuangan membela keadilan. Pelajaran bagi bangsa Idonesia dalam menjaga kedaulatan hak privat dan juga komunitas dan ujungnya bangsa Indonesia sendiri," ujarnyaAgus menyarankan presiden bisa memastikan para menterinya untuk membuat keputusan yang adil buat rakyat. Menurutnya , cara yang harus ditempuh adalah dengan melakukan gelar perkara secara terbuka dan bisa disaksikan secara langsung oleh rakyat."Kalau perlu disiarkan langsung oleh televisi atau live di youtube gelar perkara perampasan tanah. Selama ini kan tidak berani terbuka. Buka saja data, bagaimana shgb bisa terbit di atas tanah milik rakyat?" tandasnya.
Baca Juga :