Wapres Minta Sengketa Soal Ekonomi Syariah Diputuskan di Peradilan Agama

wapres ekonomi syariah 2
wapres ekonomi syariah 2 (Foto : )
Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta persoalan sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan peradilan agama bukan peradilan umum.  
Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia, terjadi peningkatan sengketa perkara ekonomi syariah yang ditangani oleh peradilan agama. Oleh sebab itu, penguatan kelembagaan dan kewenangan badan peradilan agama dalam menangani perkara ekonomi syariah perlu dilakukan. Hal ini dinyatakan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika memberikan Opening Speech pada Webinar Nasional yang bertajuk “Penguatan dan Penegakan Hukum Ekonomi Syariah Yang Berkeadilan di Indonesia”, Rabu  (26/8/2020). "Mahkamah Agung melalui Peradilan Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syari'ah secara litigasi, keberadaannya harus diperkuat lagi," tegasnya. Di antaranya, lanjut Wapres, dengan meningkatkan kapasitas dan profesionalisme hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syariah. "Hal itu dimaksudkan agar putusan yang ditetapkan bisa memenuhi rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi berbagai pihak. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pelaku bisnis syariah kepada lembaga peradilan, mendorong semakin terbukanya iklim kemudahan berusaha di bidang ekonomi syariah di Indonesia, serta pada gilirannya dapat mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya. Selain itu, menurut Wapres, peraturan perundang-undangan sebagai acuan dalam menangani perkara ekonomi syariah juga perlu disempurnakan dan ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. "Hal-hal terkait hukum materiil, berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung optimalisasi penyelesaian sengketa syariah juga perlu terus disempurnakan dan ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya," pintanya.

Disharmonisasi aturan hukum

Wapres menilai masih ada disharmonisasi aturan hukum tentang ekonomi syariah di Indonesia. Misalnya, terkait sengketa kepailitan yang bersumber dari akad syariah, saat ini masih diajukan dan diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sedangkan sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 093/PUU-X/2012, tanggal 29 Agustus 2013, maka penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara litigasi merupakan kewenangan peradilan agama, sehingga seluruh sengketa keperdataan yang bersumber dari akad syariah, bila diselesaikan melalui jalur litigasi, harus diajukan, diperiksa, diadili, dan diselesaikan oleh pengadilan agama, agar memenuhi prinsip-prinsip syariah. "Dari sini terlihat adanya disharmonisasi aturan hukum tentang ekonomi syariah di Indonesia. Oleh sebab itu, saya berpandangan bahwa RUU Kepailitan yang saat ini sedang dibahas di DPR sebaiknya diselaraskan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada bahwa sengketa terkait ekonomi Syariah merupakan kewenangan peradilan agama, termasuk tentang kepailitan," papar Wapres. Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan secara virtual oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung bekerjasama dengan Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ini, Wapres meminta DSN-MUI agar bisa melayani lebih baik lagi para pemangku kepentingan seperti otoritas, industri, maupun masyarakat pengguna produk dan layanan keuangan dan binis syariah terutama dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap fatwa, opini kesesuaian syariah, ataupun keselarasan syariah.

Wapres dorong tingkatkan kompetensi

"Saya juga mendorong para Dewan Pengawas Syariah (DPS) agar terus meningkatkan kompetensi dan kapasitas keilmuan serta profesionalitasnya agar tugas dan fungsi DPS sebagai "kepanjangan tangan DSN-MUI" untuk melakukan pengawasan kepatuhan Syariah di Lembaga Keuangan dan Bisnis semakin hari semakin meningkat kualitasnya," pintanya. Peningkatan kompetensi bagi para hakim, DPS, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya, menurut Wapres merupakan sesuatu yang harus dilakukan saat ini, seiring dengan perkembangan dan kemajuan berbagai hal baru dalam dunia keuangan dan bisnis syariah. "Sebab jika hal itu tidak dilakukan bisa jadi mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya secara baik. Misalnya terkait dengan finansial teknologi (fintek) yang saat ini mulai tumbuh pesat, harus dipahami dan dikuasasi dengan baik karakteristik dan hal lain terkait dengannya oleh para hakim, DPS, dan pemangku kepentingan lainnya," ungkapnya. Untuk itu, Wapres mendorong agar kerjasama antara MA dan DSN-MUI dapat terjalin lebih baik lagi. "Berbagai bentuk kerjasama dapat dilakukan, antara lain kajian dan penelitian dalam rangka penyusunan regulasi ekonomi syariah sesuai kewenangan masing-masing, pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya aparatur pengadilan dan Dewan Pengawas Syariah, serta pembangunan basis data terpadu hukum ekonomi syariah" paparnya. Dengan Kerjasama ini, Wapres berkeyakinan akan dapat membawa dampak pada penguatan hukum ekonomi syariah dan penegakkan hukum yang berkeadilan dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Indonesia. "Sehingga dengan begitu pilar-pilar dalam ekosistem ekonomi Syariah di Indonesia dapat berdiri kokoh dan pada gilirannya visi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan Syariah global dapat segera terwujud. Amin ya Rabbal alamin," pungkasnya.