Pesawat mustang cocor merah milik sekutu yang ditembak jatuh. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]"Kalau yang di luar itu ada pesawat mustang atau cocor merah yang dipakai sekutu untuk menembaki pasukan Indonesia. Salah satu pesawatnya berhasil ditembak jatuh dan sampai sekarang ada di dasar Rawa Pening," jelasnya.Dari literatur yang saya dapatkan, termuat bahwa pada saat itu, awal kedatangan sekutu yang baik yaitu untuk mengurus tawanan perang, tentu disambut baik pula oleh Gubernur Jawa Tengah waktu itu, Mr. Wongsonegoro. Bahkan dibantu penyediaan logistik untuk keperluan tugas pasukan sekutu mengurus tawanan perang.Tapi ya namanya masih dalam situasi paska perang, hasrat berkuasa kembali tetap ada. Tentara NICA yang membonceng sekutu malah mempersenjatai tawanan perang. Ada udang dibalik batu. Sifat asli mereka pun muncul. Sok berkuasa, mereka bahkan melucuti senjata anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Indonesia yang baru saja terbentuk.Ibarat
nggugah macan turu (membangunkan macam tidur), pihak republik pun melawan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol M.Sarbini langsung mengepung tentara sekutu dan NICA.Kedok sekutu dan NICA sudah terbuka. pertempuran sengit pun pecah. Tentara sekutu dan NICA terdesak dan mundur ke arah Ambarawa. Namun di daerah Jambu atau sekitar 5 kilometer sebelum Ambarawa, pasukan Republik bantuan dari Ambarawa dan Surakarta menghadang.Terkepung dari mana-mana, pasukan sekutu dan NICA menyerbu dan menguasai dua desa. TKR pimpinan Letkol Isdiman berupaya membebaskan kedua desa itu. Pasukan sekutu mendatangkan pesawat tempur dari Semarang dan menembaki dari udara. Letkol Isdiman gugur.[caption id="attachment_362665" align="alignnone" width="900"]
Tentara republik berjuang sampai titik darah penghabisan mengusir Sekutu, NICA, Belanda dan Jepang. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]"Titik gugurnya ya di sini, yang sekarang dibuat Museum Isdiman di komplek Palagan Ambarawa," tambah Sudirin.Kabar gugurnya Letkol Isdiman diterima Komandan Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman (kelak pertempuran Ambarawa ini menjadi salah satu poin penting yang mengantar Soedirman jadi Panglima Besar).Sudirman langsung bergabung dan menambah energi pasukan Republik. Komando sekarang ada di Kolonel Soedirman. Pasukan bantuan datang dari Solo, Salatiga, Purwokerto, Yogyakarta, Magelang, dan beberapa daerah lain.Pada 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, atau hampir dua bulan sejak tentara sekutu dan NICA mendarat, pecah perang paling besar di Ambarawa."Kolonel Soedirman menggelar taktik supit urang, dengan mengepung lawan dari dua sisi serta menggempur dari tengah," cerita Sudirin lagi.[caption id="attachment_362664" align="alignnone" width="900"] Relief menggambarkan tentara Jepang yang dipersenjatai turut bertempur. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Pasukan sekutu yang kelabakan sempat menambah energi dengan membebaskan tawanan Jepang dan diberi senjata untuk membantu pertempuran.Empat hari pertempuran berlangsung sengit dengan masing-masing mengerahkan semua potensi kekuatan.Sampai kemudian pada tanggal 15 Desember 1945, Sekutu dan NICA terdesak, dan mundur kalang kabut menanggung malu ke arah Semarang. Ambarawa mutlak berada dalam genggaman pasukan TKR Indonesia."Maka pada tanggal itulah kemudian dijadikan sebagai hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika," pungkasnya.Sebagai penanda, maka titik dimana Letkol Isdiman gugur dibuat monumen yang dikenal dengan Monumen Palagan Ambarawa.
Baca Juga :