Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Sampai kapan?"Wah saya belum tahu mas sampai kapan ditutupnya, karena Lawang Sewu kan lagi terus dilakukan perbaikan-perbaikan," jelasnya pada waktu itu.Ia pun bercerita, banyak yang minta diantar ke dalam lorong karena penasaran dengan cerita-cerita tentang misteri lorong bawah tanah yang katanya jadi penjara mengerikan jaman penjajahan."Sebenarnya itu informasi yang masih diperdebatkan, tapi sangat merugikan wisata, seolah Lawang Sewu ini seram dan jaman dulu penuh kekejaman. Yang saya tahu adalah bangunan ini dulu dibangun Belanda untuk kantor perusahaan kereta api, dan kalau soal ruang bawah tanah itu, yang saya tahu Belanda membangunnya untuk menampung air agar ruang bagian atasnya itu terasa sejuk, karena cuaca di Semarang ini kan panas tidak seperti di Belanda," jelasnya waktu itu.Terus terang saya tak mendapat jawaban yang memuaskan.Mundur di tahun 2005. Saya pernah masuk ke dalam lorong bawah tanah. Saat itu Lawang Sewu masih tak begitu terurus, kusam, berdebu, penuh rumput, dan medeni (seram).Saya waktu itu diantar eks anggota BKR (sekarang sudah alm) yang tinggal di bagian belakang Lawang Sewu. Setelah memutari gedung, ia mengajak saya masuk ke ruang bawah tanah lewat lubang ukuran 1 x 1 meter. Gelap sekali di dalam. Tapi ia membawa korek api dan menyalakannya. Ada beberapa genangan air di dasar ruangan yang berupa tanah. Lembab sekali dan gerah. Di situ ia menunjukkan beberapa tembok yang di kanan dan kirinya ada tonjolan semen. Seperti balok vertikal ukuran 2 meteran."Dulu itu ini pernah dipakai penjajah menjara orang Semarang. Jadi, disuruh berdiri terus di tutup terali besi, sehingga tak bisa duduk," jelasnya waktu itu.Entah, saya waktu itu juga lupa bertanya, siapa penjajah yang dimaksud? Belanda atau Jepang?[caption id="attachment_362637" align="alignnone" width="700"]
Monumen Tugu Muda untuk mengenang perjuangan pemuda Semarang melawan Jepang. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Tapi, kalau menilik catatan sejarah, pada sekitar bulan Maret 1942, Jepang mengambil alih wilayah Hindia Belanda. Saat itu Jepang terlibat perang dunia dengan sekutu. Semarang termasuk daerah strategis.Jepang lah yang kemudian memanfaatkan gedung Lawang Sewu untuk keperluan militer. Tentu secara logika keperluan militer macam-macam. Untuk gudang senjata, logistik, pusat komando, juga penjara.Melompat ke tahun 2020. Pertengahan Agustus jelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan, saya sempat ngobrol dengan seorang tokoh pengamat sejarah Kota Semarang, Yongki Tio, tentang perjuangan rakyat Semarang selama perang kemerdekaan. Pria berusia 79 tahun itu sering menjadi rujukan jika bicara soal sejarah Semarang. Ia banyak bercerita tentang tempat-tempat yang penuh kisah heroik."Bisa jadi pemandu wisata di Lawang Sewu itu juga ada benarnya, karena ia hanya terbatas bicara soal latar belakang Lawang Sewu dibangun dan fungsinya untuk apa waktu jaman Hindia Belanda itu," tutur Yongki Tio.Tapi, lanjutnya, ada beberapa cerita atau saksi mata yang melihat kejadian mengerikan di situ."Yang saya telusuri dari beberapa sumber, Lawang Sewu itu menjadi tempat Jepang melakukan penyekapan, pembantaianĀ terhadap pejuang Indonesia pada pertempuran lima hari di Semarang. Salah satunya, ada petugas kereta api yang berjaga di menara, melihat tentara Jepang membantai pemuda Semarang yang mereka tangkap lalu dibuang di kali atau saluran persis di samping Lawang Sewu," lanjutnya."Makanya kemudian dibuat tugu itu di depannya, namanya Tugu Muda sebagai monumen perjuangan pemuda Semarang saat melawan Jepang," tambah Yongki.[caption id="attachment_362640" align="alignnone" width="900"]
Salah satu relief di bawah Monumen Tugu Muda untuk mengenang perjuangan pemuda Semarang melawan Jepang. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Saya kemudian mencoba kroscek lagi ke pengelola Lawang yang sekarang. Jawabannya meski normatif tapi cukup memberi gambaran yang lebih jelas."Yang perlu diketahui sejak awal adalah ini bangunan sipil, bukan bangunan militer. Jadi saat dibangun itu dipakai untuk kepentingan administrasi perusahaan kereta api Hindia Belanda. Itu dulu," jelas Trisna Cahyani, Manajer Museum Lawang Sewu dan Indonesia Railway Museum.Ia melanjutkan, di kompleks Lawang Sewu itu ada 3 bangunan utama. Yaitu gedung A, gedung B, dan Gedung C. Pada gedung C yang merupakan bangunan pertama dan ukurannya lebih kecil, bangunan masih belum berpondasi bawah tanah. Belajar dari situ, kemungkinan pembuat gedung kemudian menerapkan pondasi bawah tanah pada gedung A, tapi ukurannya pendek sekitar setengah meter, yang juga berfungsi untuk menempatkan kabel listrik, saluran air, dan lain-lain."Nah, mungkin pengalaman sebelumnya dengan pondasi pendek ternyata repot, makan pada gedung B waktu itu pembangunan lebih kompleks, apalagi di situ juga ada sumber air yang terus mengalir. Maka dibuatlah pondasi yang sesuai sekaligus menjadi penampung air sehingga membentuk lorong bawah tanah. Tampungan air itu juga berfungsi untuk menyejukkan lantai di atasnya sehingga ruangan-ruangan di gedung B lebih terasa dingin," terang Trisna.Terkait Lawang Sewu setelah dikuasai militer Jepang, Trisna enggan menjelaskan lebih jauh mengenai sejarah saat jaman Jepang, bagian bawah tanah itu peruntukannya untuk apa."Memang banyak cerita soal itu, tapi kalau bicara sejarah itu kan harus ada buktinya, dan selama kami belum menemukan bukti, kami tidak berani memberikan pernyataan soal itu," pungkasnya.Memang begitulah. Kalau bicara sejarah memang selalu ada kontroversi. Yang jadi pertanyaan sekarang, seberapa banyak sih wisatawan yang berhasrat mengulik cerita sejarah dibanding yang sekedar numpang lewat, jalan-jalan dan foto selfie?Ah, anda tentu punya jawabannya. Teguh Joko Sutrisno | Semarang, Jawa Tengah
Baca Juga :