Tugu Soeharto dibangun sebagai tetenger atau penanda pada 1965. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Menurut Tugiyo, sesepuh warga di Bendan Duwur, pada hari-hari tertentu masih ada yang datang untuk melakukan ritual di Tugu Soeharto. Umum rutin itu malam Jumat Kliwon. Kemudian pada hari yang dikeramatkan orang Jawa yaitu malam pergantian tahun Jawa, malam 1 Suro. Pengunjung yang datang sampai ratusan."Kungkum semalaman, banyak orangnya, dan area itu dibiarkan gelap untuk menjaga privasi mereka yang melakukan ritual," katanyaTujuannya tiap orang yang datang macam-macam. Tapi pada intinya ingin
ngalap berkah , ikhtiar penyembuhan, mencari ilmu kesaktian, hingga mencari wangsit atau petunjuk langit. Tentu semua menurut apa yang mereka yakini.Namun begitu, mereka yang datang pada malam 1 Suro itu tidak semuanya untuk tujuan ritual. Ada juga yang memanfaatkannya untuk iseng. Sungguh disayangkan."Yang cari senggolan juga ada. Maksudnya senggol-senggol lawan jenis begitu, siapa tahu jodoh, meski ada juga yang sekedar iseng cari teman kencan, ya namanya juga tempat ramai dan ada kesempatan," cerita Pak Yo, warga yang lain.Pada perkembangannya, Tugu Soeharto ini seringkali diterjang banjir. Dan saat normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat, tepian Tugu Soeharto dibangun talud penahan banjir. Sehingga sekarang warga yang mau ritual kungkum bisa melakukannya dengan turun dari talud dan masuk ke sungai di bawahnya.Di sekitar talud Tugu Soeharto juga dibangun taman sehingga kalau kalau akhir pekan sering dipakai untuk jalan-jalan. Suasana ramai ini membuat nuansa mistis tak sekuat dulu. Teguh Joko Sutrisno | Semarang, Jawa Tengah
Baca Juga :