Mitos! Sebagian besar orang percaya apabila orang Jawa menikah dengan orang Sunda hidupnya akan ambyar sengsara. Darimana mitos ini muncul?
Mitos ini hingga kini masih dipegang teguh banyak orang. Melanggar mitos ini akan menyebabkan hidup menjadi tidak bahagia, melarat, tidak langgeng dan hal buruk akan terus-terusan mendera.
Tidak ada literatur yang menuliskan tentang asal muasal mitos larangan pernikahan ini. Namun tutur tinular turun temurun menuding mitos ini kepanjangan dari tragedi perang Bubat.
Perang Bubat! Pembantaian keji yang dilakukan pasukan kerajaan Majapahit terhadap pasukan dan rombongan kerajaan Pajajaran. Pembantaian ini terjadi di Pesanggrahan Bubat, peristirahatan rombongan kerajaan Pajajaran di kawasan utara Trowulan, Jawa Timur pada 1279 Saka atau 1357.
Kronologi peristiwa ini diceritakan dalam sebuah manuskrip bernama Kidung Sunda atau Kidung Sundayana.
Dalam kidung ini disebutkan rombongan Raja Sunda datang ke Majapahit untuk menikahkan putri Dyah Pitaloka dengan Raja Hayam Wuruk. Namun justru yang terjadi selanjutnya adalah pembantaian seluruh rombongan kerajaan Sunda.
Pembantaian ini diprakarsai oleh Patih Gajah Mada demi melancarkan ambisinya untuk menguasai Nusantara.
Ceritanya begini,
Raja Hayam Wuruk konon ingin menikahi Putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari kerajaan Sunda. Konon pula, ketertarikan Hayam Wuruk terhadap Dyah Pitaloka setelah disodori lukisan sang putri. Lukisan ini diam-diam ditoreh oleh seniman bernama Sungging Prabangkara.
Hayam Wuruk kemudian mengirimkan lamaran kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar sang putri. Lamaran diterima. Disepakati pula upacara pernikahan direncakan akan berlangsung di Majapahit.
Maharaja Linggabuana kemudian berangkat bersama rombongan dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.
Raja Sunda itu datang ke Bubat beserta permaisuri dan Putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana, hal ini menimbulkan niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda.
Gajah Mada menekan Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, melainkan sebagai simbol takluknya kerajaan Sunda atas Majapahit. Hayam Wuruk bimbang atas permintaan Mahapatih yang diandalkan Majapahit ini.
Sedangkan pihak Pajajaran tidak terima penyerahan Dyah Pitaloka dianggap sebagai simbol takluknya Pajajaran kepada Majapahit.
Ketika Hayam Wuruk belum memberikan keputusan, Gajah Mada telah mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat. Linggabuana bersama menteri, dan pejabat lainnya bersama segenap keluarga kerajaan tewas di Pesanggrahan Bubat.
Sedangkan Putri Dyah Pitaloka, melakukan bela pati (bunuh diri) untuk menjaga kehormatannya.
Pangeran Niskalawatu Kancana, yakni adik dari Putri Dyah Pitaloka, naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Pangeran Niskalawatu Kancana satu-satunya keturunan kerajaan Pajajaran yang masih hidup karena tidak turut ke Pesanggrahan Bubat.
Maharaja baru ini memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit sekaligus mengeluarkan larangan beristri dari luar tanah pasundan bagi kalangan kerabat Negeri Sunda.
Ini kemudian secara turun temurun dituturkan sebagai larangan menikah dengan orang Jawa.
Lantas apakah mitos celaka rumah tangga antara perempuan Sunda dengan pria Jawa itu benar? Yuk kita survei ...
Baca Juga :