Nafas Dasamuka. Begitulah masyarakat lereng Gunung Ungaran menyebutnya. Cerita rakyat di sini mengisahkan, gunung yang diangkat Hanoman untuk menimbun kepala Dasamuka atau Rahwana adalah Gunung Ungaran. Kawah yang sampai sekarang terus mengeluarkan suara menderu dan berasap itu adalah nafas Rahwana.
Masyarakat desa di negeri kita ini punya banyak kisah. Mereka menyebutnya legenda, atau cerita rakyat. Di jaman itu cerita yang ditularkan lewat budaya tutur sangat dipercaya bahkan diyakini.
Mungkin bagi masyarakat sekarang itu tidak masuk akal. Sama halnya orang di masa tahun 80-an akan menganggap gila jika ada yang cerita, suatu saat nanti bisa telpon-telponan video langsung pakai alat sebesar sabun sambil buang air besar.
Tapi itulah yang terjadi. Setiap generasi punya eranya sendiri-sendiri.
Kembali ke cerita rakyat. Beberapa waktu lalu saya trekking tipis-tipis di lereng selatan Gunung Ungaran. Tepatnya di kawasan wisata purbakala Candi Gedong Songo, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Klik maps saja, ikuti petunjuknya. Nggak akan di-PHP mbak google penunjuk arah karena jalurnya jelas.
Ada cerita menarik yang saya dapat di tempat ini. Bukan tentang candinya, tapi tentang kisah yang bertaut secara turun temurun dan berkembang di masyarakat sekitar lereng selatan Gunung Ungaran.
Meski seiring perkembangan jaman kisah ini mulai memudar, tapi tetap saja menarik untuk disimak. Begini ceritanya yang saya baca di papan informasi dan dilengkapi dari leaflet lainnya.
Dulu Raja Dasamuka atau Rahwana merebut Dewi Shinta dari Ramawijaya. Membawanya ke istana nan indah untuk memanjakannya. Ramawijaya mengutus Hanoman mencari tahu dimana Shinta berada dan memintanya pula merebut Shinta.
[caption id="attachment_346505" align="alignnone" width="900"] Foto: Stanfudge[/caption]
Perang besar terjadi. Dahsyat. Sampai akhirnya Hanoman duel melawan Rahwana. Alkisah, Rahwana ini punya kesaktian luar biasa dan sulit dikalahkan. Hanoman akhirnya memakai cara yang luar biasa pula. Ia mengangkat gunung dan menimbun Dasamuka.
[caption id="attachment_346502" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Nah dari cerita rakyat di sini, gunung yang diangkat Hanoman itu ya Gunung Ungaran, dan kawah yang sampai sekarang terus mengeluarkan suara menderu itu adalah nafas Dasamuka yang keluar dari dalam timbunan gunung.
Percaya tidak percaya tapi itulah cerita rakyat.
"Ceritanya dari nenek moyang ya begitu, kami di desa ini ngikuti saja, ya namanya hidup di desa memang banyak mitos, yang penting ambil pelajaran baiknya saja to," kata Pak No, warga sekitar Gedong Songo yang juga pemilik kuda sewa di area wisata.
Lepas dari cerita rakyat ini, kawah Gunung Ungaran memang sangat menarik. Memang tak sebesar kawah-kawah di Dieng misalnya. Tapi dari sisi lokasi dan daya pikat panorama sekitarnya, tempat ini luar biasa.
Saya tidak mengada-ada. Karena setiap kawah yang pernah saya kunjungi punya karakter berbeda-beda.
[caption id="attachment_346500" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Sejak awal melangkah di kawasan ini saja sudah terasa seperti di masa lalu. Untuk sampai ke kawah, harus jalan kaki melewati beberapa candi. Kalau ada uang lebih, sewa kuda adalah ide bagus. Harganya Rp100 ribu mengelilingi seluruh area candi yang berbukit-bukit.
"Naik kuda ini ada jalurnya sendiri, jadi kalau kudanya kencing atau buang kotoran tidak akan mengganggu jalur trekking wisatawan," ujar Pak No, pemilik kuda.
Tapi jalan kaki pun tak kalah asyik. Saya pilih yang ini. Dua setengah kilo pulang pergi naik turun, sekalian melatih stamina agar tetap prima. Yang pasti, jalur trekking dari candi satu ke candi lain sangat tidak membosankan.
[caption id="attachment_346497" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Lembah, kabut, pinus, dan gunung adalah bonus mewah. Lebih mewah dari cash back belanja yang ada embel-embelnya: maksimal segini!
[caption id="attachment_346493" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Setelah melewati tiga kelompok candi yang terpisah diantara bukit-bukit, asap belerang dari kawah sudah kelihatan. Gemuruhnya juga sudah terdengar. Tinggal turun saja dari bukit candi 3, sudah sampai di kawah Gunung Ungaran.
Posisi kawah agak "ndhelik" atau tersembunyi di balik dua tebing. Pada bagian bawahnya membentuk sungai kecil berwarna kekuningan. Ini karena sumber air bagian atas bercampur dengan batuan belerang yang sekeliling kawah.
Pada tebing bagian barat, asapnya mengepul kencang. Kecil-kecil tapi banyak. Sementara di bagian dasar kawah ada beberapa lubang berisi air dan lumpur yang mendidih. Warna kawah sendiri kombinasi kuning dan abu-abu karena kandungan mineral yang keluar dari kawah Gunung Ungaran.
Pada sisi depan dekat sungai, petugas memasang pagar kayu sebagai pembatas agar pengunjung tidak masuk ke area berbahaya. Sumber air panas yang ada di kawah dimanfaatkan pengelola wisata dengan memasang pipa dan menyalurkannya ke kolam besar yang berjarak 50 meter dari kawah. Fasilitas ini bisa dipakai untuk berendam.
[caption id="attachment_346504" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Saya sebenarnya masih ingin mengeksplorasi lebih jauh ke sisi lain kawah, namun jarum jam menujuk ke angka 17.00 sore. Saya tak bisa berlama-lama. Karena tingginya tebing membuat area kawah lebih cepat gelap dibanding area lain di kawasan wisata Candi Gedong Songo.
Perjalanan pulang saya tidak memilih jalur yang sama seperti saat berangkat. Tapi menyusuri jalur lain. Lebih berasa, karena diiringi suara gemuruh kencang "nafas" Dasamuka.
Teguh Joko Sutrisno | Ungaran, Jawa Tengah
Baca Juga :