Fraksi PKS Tolak RUU HIP karena Tak Masukkan TAP MPRS Pelarangan PKI

Fraksi PKS Tolak RUU HIP karena Tak Masukkan TAP MPRS Pelarangan PKI
Fraksi PKS Tolak RUU HIP karena Tak Masukkan TAP MPRS Pelarangan PKI (Foto : )
Fraksi PKS DPR menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Halauan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena tidak memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 yang masih berlaku hingga saat ini, menyiratkan bahaya laten PKI dan ideologi komunis yang jelas-jelas menjadi ancaman bagi Pancasila. Ia berpendapat, ketika bicara Halauan Ideologi Pancasila harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan ideologi komunisnya di Republik Indonesia. "Jangan abaikan bahaya laten komunisme. TAP MPRS XXV/1966 secara resmi masih berlaku karena bahayanya mengancam bangsa Indonesia sampai dengan saat ini. TAP MPRS tersebut dalam hierarkhi perundang-undangan berada di atas UU dan di bawah UUD, jadi sudah semestinya menjadi rujukan," kata Jazuli. Dijelaskan, sikap penolakan Fraksi PKS terhadap RUU HIP sudah disampaikan secara resmi saat pengesahan RUU HIP pada rapat paripurna DPR RI, kemarin, Selasa (12/5/2020). TAP MPRS XXV/1966 berkaitan erat dengan sejarah Pancasila, sehingga setiap tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. PKI pernah ingin mengganti ideologi Pancasila tapi gagal. Menjadi aneh, menurut Fraksi PKS, jika TAP MPRS yang penting itu tidak dijadikan konsideran. "Bicara ideologi Pancasila harus berani secara tegas menolak anasir-anasir yang mengancam keberadaannya," ujarnya.
Ia menuturkan, tidak hanya tegas terhadap bahaya bangkitnya PKI dan ideologi komunisnya, tetapi juga bagaimana RUU HIP mampu menegaskan posisi Pancasila terhadap sistem politik dan budaya dominan dari paham liberalisme, kapitalisme, sekularisme, hedonisme, konsumerisme. Juga praktek gerakan terorisme, sparatisme dan isme-isme lainnya yang merangsak masuk dalam perikehidupan bangsa Indonesia. "Oleh karena itu Fraksi PKS meminta secara tegas agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Ke depan dalam pembahasan RUU, Fraksi PKS akan terus berkomunikasi lintas Fraksi agar memiliki kesamaan pandang tentang pentingnya TAP MPRS tersebut dan kami dengar sejumlah Fraksi berkomitmen untuk mengusulkan hal yang sama," ungkapnya. RUU HIP, Keutuhan Pemahaman dan Sejarah yang Benar  Fraksi PKS sendiri sejatinya mengapresiasi lahirnya RUU HIP sebagai upaya untuk membumikan Pancasila di Republik Indonesia dan menjadikannya relevan dalam menghadapi tantangan zaman dan kenajuan. Akan tetapi materi muatannya harus konstitusional dan tidak lepas dari pemahaman dan sejarahnya yang benar. "Spiritnya kita sangat setuju dan mengapresiasi pembentukan RUU Halauan Ideologi Pancasila karena ini bagian dari upaya mengokohkan karakter dan identitas kebangsaan. Hal ini sejalan dengan garis perjuangan PKS di parlemen yang pro pengokohan nasionalisme Indonesia,” tutur Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. “PKS bahkan berkali-kali mengusulkan agar Pendidikan Moral Pancasila diajarkan kembali di sekolah-sekolah dan kampus karena zaman berkembang begitu pesat tapi banyak generasi mulai melupakan nilai identitas bangsanya," tambahnya. RUU HIP strategis, maka subtansinya harus kuat dan mencerminkan jiwa dari ideologi Pancasila itu sendiri. Dalam konteks ini, sejumlah pasal dalam draf RUU HIP perlu mendapat masukan kritis terkait konteks pemahaman sejarah keterkaitan sila-sila Pancasila, dengan merujuk risalah Pancasila dan UUD 1945 dan berbagai referensi yang telah dibukukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). "Jika kita baca risalah, misalnya, Pancasila sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" itu menjiwai sila-sila lainnya. Itu ruh utamanya. Demikian seterusnya sila kedua, ketiga, keempat hingga kita dapat mewujudkan tujuan bernegara melalui sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Harus tegas tertulis dan tercermin dalam RUU HIP ini," tandasnya. Selanjutnya, RUU HIP harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 sehingga menjadi pedoman dan alat ukur apakah kebijakan negara dan pemerintahan selama ini sudah sejalan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 atau justru menjauhinya. “Dalam bidang ekonomi, ekonomi Pancasila, jelas bukan ekonomi liberal kapitalistik, juga bukan sosial komunis dan marxis. Tapi apa yang terjadi dalam langgam perekonomian kita hari ini terkait pengamalan Pasal 33 UUD 1945?. Bagaimana wajah keadilan sosial, jaring pengaman sosial, BPJS dan lain-lain?. Bagaimana negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari,” imbuhnya. "Sikap tegas Fraksi PKS terhadap draf RUU HIP ini semata bentuk kecintaan dan keinginan kuat agar Pancasila bisa diimplementasikan secara konsekuen sesuai pemahaman dan sejarahnya untuk mengokohkan identitas bangsa. Sebaliknya tidak menjadi ideologi yang mengikuti selera zaman, lepas dari pemahaman dasar dan sejarahnya, sehingga kehilangan elan vitalnya dalam membangun jati diri bangsa. Insya Allah Fraksi PKS komitmen memperjuangkan hal tersebut," pungkasnya. Mahendra Dewanata | Jakarta