Pandemi Covid-19 Meningkat, Banyak Pesepak Bola Alami Gejala Depresi

Depresi paling terlihat pada atlet di Inggris, Skotlandia dan Republik Irlandia yang tengah menerapkan lockdown
Depresi paling terlihat pada atlet di Inggris, Skotlandia dan Republik Irlandia yang tengah menerapkan lockdown (Foto : )
Jumlah pesepak bola yang mengalami gejala depresi meningkat tajam akibat terhentinya kompetisi selama pandemi Covid-19. Hal itu berdasarkan sebuah riset yang dilakukan oleh Asosiasi Pesepak Bola Internasional (FIFPro).
Hasil riset yang dilakukan kepada 1.602 pemain profesional, antara 22 Maret dan 14 April, menemukan bahwa 22 persen dari 468 pemain wanita mengalami depresi dan 13 persen pesepak bola pria dari 1.134 pemain sepak bola yang ikut serta dalam survei mengalami stres.Depresi paling terlihat pada atlet di Inggris, Skotlandia dan Republik Irlandia yang tengah menerapkan lockdown.Sementara 58 persen diserang rasa kecemasan yang tinggi. Gejala lainnya seperti depresi dialami oleh 45 pesepakbola dalam riset tersebut. Gejala ini merupakan akumulasi ketakutan para pemain bahwa pandemi Covid-19 akan mempengaruhi karier mereka di lapangan.Jumlah para pemain yang depresi ini naik dari hasil riset di bulan Desember 2019 dan Januari 2020. Saat itu, hanya 11 persen wanita dan 6 persen pria melaporkan gejala depresi. Penelitian ilmiah ini menunjukkan bahwa wanita yang paling banyak tertekan daripada pria."Gejala depresi itu dirasakan oleh para pemain muda, baik pria maupun wanita, karena tiba-tiba harus melakukan isolasi diri," ujar Kepala Medis FIFPro, Vincent Gouttebarge."Pada akhirnya itu memengaruhi pekerjaan dan masa depan mereka. Ini adalah masa yang penuh dengan ketidakpastian bagi para pesepak bola beserta keluarganya," kata Vincent.FIFPro bekerja sama dengan Pusat Medis Universitas Amsterdam dalam survei tersebut. Melibatkan ribuan pesepak bola yang berasal dari 16 negara, dengan rincian sebanyak 1.134 pesepak bola pria berusia rata-rata 26 tahun, dan 468 pesepak bola wanita berusia rata-rata 23 tahun.Lebih lanjut, hampir 80 persen atlet yang disurvei mempunyai akses untuk mendapatkan dukungan bagi kesehatan mental mereka, biasanya melalui asosiasi pemain nasional yang ada di negara masing-masing.Sementara itu, Sekjen FIFPro Jonas Baer-Hoffman mengungkapkan banyak pesepak bola yang justru hidup dalam kondisi keuangan yang sulit saat ini.“Mereka dikontrak rata-rata kurang dari dua tahun dengan pendapatan rata-rata yang tidak jauh berbeda dari masyarakat umum." "Bahkan, banyak dari mereka yang hanya bergantung pada keterampilan sepak bola, sehingga tidak punya apa-apa jika hal buruk menimpa mereka,” tutur Jonas.Dampak pandemi COVID-19 memang cukup bikin industri sepak bola kalang kabut. Ditundanya atau bahkan terhentinya kompetisi bikin pihak klub terpaksa memotong gaji pemain.