Jalan hidup yang dipilih Ir. Soeratin Sosrosoegondo demi PSSI tinggalkan kekayaan, status priyayi dan gaji besar di perusahaan konstruksi Belanda Sizten en Lausada.
Setelah PSSI resmi berdiri, Ir. Soeratin Sosrosoegondo dipercaya untuk menjadi Ketua Umum PSSI pertama sejak 19 April 1930. Soeratin mulai mengurus kegiatan PSSI yang cukup sibuk dengan digulirkannya beberapa kompetisi rutin sejak 1931.
Hal ini pada akhirnya memaksa Soeratin pada sebuah pilihan yang sangat sulit yaitu melanjutkan kiprahnya sebagai ketua Umum PSSI atau tetap bekerja sebagai
satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan konstruksi besar Belanda Sizten en Lausada.
Lulusan Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman tahun 1927 tersebut justru memilih untuk melanjutkan kiprahnya sebagai Ketua Umum PSSI.
Karena kecintaan pada sepak bola, Soeratin yang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, akhirnya bertaruh untuk memutuskan berhenti bekerja dari perusahaan konstruksi Belanda, Sizten en Lausada yang berlokasi di Yogjakarta.
Padahal gajinya di perusahaan itu lumayan besar dan memantapkan posisinya sebagai kaum priayi, sebuah sebutan yang sangat tinggi di kalangan masyarakat umum di Yogjakarta.
Ini membuktikan kecintaan Ir. Soeratin Sosrosoegonda kepada PSSI dan perjuangannya untuk bangsa Indonesia dalam menggalang nasionalisme melalui sepakbola lebih besar dari pada kecintaannya kepada materi, kekayaan dan status priyayi.
[caption id="attachment_309985" align="alignnone" width="900"] PSSI didirikan oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo pada tanggal 19 April 1930 dengan tujuan utama sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia. Hari Minggu 19 April 2020 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PSSI ke-90. (Foto : PSSI)[/caption]
PSSI dan Timnas Indonesia di Kenal Dunia di Piala Dunia 1938
Hanya satu yang jadi tujuan bagi Soeratin, yakni agar Nusantara melalui sepak bola tak menjadi pecundang di antara sejumlah negara besar di dunia. Pilihan itu tepat, karena pada akhirnya Nusantara mampu berbicara di tingkat dunia, melalui keikut sertaannya di Piala Dunia 1938 di Perancis.
Sejumlah negara seperti Jepang, China, Hongkong, hingga dataran Korea pun bertekuk lutut oleh talenta Indonesia yang waktu itu masih memakai nama East Indies. Nusantara kemudian dapat unjuk gigi di pentas dunia, karena mampu menjadi pionir bagi Asia untuk mengenal sepak bola.
Pada 1940, Soeratin pindah ke kampung halamannya di Bandung dan jabatannya sebagai Ketua PSSI diambil alih oleh Artono Martosoewignyo. Ketika itu, kehidupan Soeratin menjadi serba sulit. Rumahnya sempat diobrak-abrik tentara Belanda, karena aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dianggap musuh oleh Belanda.
Pengabdian Soeratin bagi bangsa pun masih besar di hari tuanya. Dirinya menyanggupi permintaan Ir. Djoeanda untuk memimpin Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1949. Akan tetapi, dengan tubuh yang semakin renta, pekerjaan itu sedikit berat. Apalagi, ketika itu perjuangan fisik melawan Belanda terus terjadi.
Akhir Hayat Ir. Soeratin Sosroseogondo
Kisah hidup pendiri sekaligus Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) pertama itu memang penuh keprihatinan. Dirinya harus rela hidup dalam kesulitan ekonomi hingga akhir hayat. Setelah sekian lama sakit dan tidak mampu menebus obat, Soeratin hanya bisa menelan ludah bulat-bulat.
Soeratin memilih untuk hidup tenang di sisa umurnya dan meninggal dunia pada 1 Desember 1959 pada usia 60 tahun. Soeratin meninggal dunia dalam kemiskinan dan saat ajal menjemput, tidak ada yang dia tinggalkan, kecuali organisasi yang sangat dicintai, yakni PSSI. Organisasi besar yang menjadi media perjuangan bangsa.
[caption id="attachment_310054" align="alignnone" width="1276"] Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan mengusulkan bapak pendiri PSSI Ir. Soeratin Sosrosoegondo sebagai Pahlawan Nasional di HUT PSSI ke-90 19 April 2020. (Foto : PSSI)[/caption]
Sampai tahun ini, PSSI telah menjadi bagian dari kehidupan sejarah panjang Indonesia. Soeratin memang sempat meramalkan bahwa PSSI tidak pernah lepas dari persoalan, karena setiap kepengurusan pasti mempunyai pandangannya masing-masing.
Tetapi, alangkah baiknya semangat persatuan dan kesatuan harus tetap menjadi jati diri atau identitas PSSI. Alangkah bijaknya jika kita sadar bahwa sepak bola adalah harga diri bangsa dan alat pemersatu bangsa. Soeratin tidak pernah meminta kekayaan meski harus mati dalam kemiskinan.
Soeratin hanya ingin memperjuangkan semangat puluhan juta pemuda Nusantara demi meraih kewibawaan dan harga diri Indonesia. Dia ingin memberi dan mengalirkan gagasan agar makna sesungguhnya dalam sepak bola dapat jadi warisan emas bagi anak cucu bangsa.
Jasanya dalam persepak bolaan nasional diabadikan dalam nama trofi yang diperebutkan dalam kompetisi sepak bola junior tingkat nasional, Piala Soeratin.
Baca Juga :