“Daya 1.300 VA adalah standar ukuran listrik di perkotaan, sementara banyak kelompok konsumen 1.300 di perkotaan yang di PHK, atau potong gaji karena perusahaannya bangkrut”
Kebijakan Presiden Joko Widodo menggratiskan pembayaran listrik golongan 450 VA dan diskon 50 persen untuk 900 VA secara nasional selama wabah corona patut diapresiasi. Namun, ada unsur ketidakadilan dalam kebijakan yang akan diberlakukan tiga bulan ke depan itu.Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi seharusnya yang diprioritaskan adalah kelompok konsumen yang tinggal di perkotaan. Jika memang pertimbangan stimulus itu terkait dampak ekonomi. "Sebab, faktanya merekalah (Penduduk perkotaan) yang terdampak langsung (Corona). Karena, tidak bisa bekerja, atau aktivitas ekonominya berhenti (UMKM), karena mayoritas bekerja dari rumah," ungkap Tulus. [caption id="attachment_301046" align="alignnone" width="900"]
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi (Foto: Istimewa)[/caption]Sejatinya yang sangat membutuhkan kompensasi dan dispensasi tidak hanya kelompok 900 VA saja, tetapi juga kelompok konsumen 1.300 VA, yang menjadi standar ukuran listrik di perkotaan."Apalagi, banyak masyarakat perkotaan yang di PHK, atau potong gaji. Karena perusahaan nya bangkrut," tambahnya.Di sisi lain masyarakat perdesaan masih bisa bekerja seperti biasa, karena tidak terdampak secara langsung atas wabah COVID-19."Apalagi jika tidak termasuk zona merah," ungkapnya.Jadi Tulus berpendapat, penggratisan listrik yang berlaku secara nasional kurang tepat sasaran. Dan kelompok 1.300 VA dilanggar haknya."Idealnya, kelompok 450 VA tidak gratis total, cukup diskon 50 persen saja (Sama dengan 900 VA). Sehingga sisanya 50 persen lagi bisa untuk meng- cover
Baca Juga :